BAB IV
ISLAM PADA MASA PERTENGAHAN
A.
KEMUNDURAN DINASTI BANI ABBASIYAH
Dinasti Abbasiyah berlangsung cukup lama,
mulai dari tahun 132-656 H/750-1258 M. Masa yang begitu lama tidak selalu
membuat kerajaan tersebut berada di atas angin. Dinasti Bani Abbasiyah
mengalami pasang surut. Keadaan ini terus menyelimuti kekuasaan dinasti Bani
Abbasiiyah hingga pada akhirnya kerajaan ini mengalami kemunduran dan kehancura
pada tahun 1258 M, akibat serangan bruntal yang dilakukan oleh tentara Hulagu
Khan. Terdapat beberapa faktor penyebab kemunduran dan kehancuran dinasti Bani
Abbasiyah. Berikut faktor-faktor tersebut :
1. Disintegrasi Politik
Disintegrasi politik ini sebenarnya bukan hanya terjadi di dalam
pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah, juga terjadi pada dinasti Bani Umayyah,
dan kerajaan-kerajaan Islam lainnya. Hal ini disebabkan antara lain, karena
pada masa-masa akhir kekuasaan dinasti Bani Abbasiyah para khalifahnya tidak
memiliki kekuatan dan hanya simbol kekuasaan saja. Hal itu diperparah dengan
banyaknya daerah yang mencoba melepaskan diri dari pusat kekuasaan di Bagdad.
Dalam kata lain, disintegrasi politik dan kekuasaan pemerintahan Bani Abbasiyah muncul dalam beberapa bentuk.
a.
Pemberontakan
Berdasarkan data dari perjalanan sejarah panjang pemerintahan dinasti Bani
Abbasiyah, hampir semua khalifah pernah mengalami masa-masa pemberontakan yang
dilakukan oleh kelompok yang tidak menyukai kepemimpinan khalifah-khalifah
tersebut. Di antara pemberontakan yang sempat menimbulkan kegoncangan sosial
politik adalah sebagai berikut :
1)
Pemberontakan Kaum Zanj
Pemberontakan Kaum Zanj ini berjalan cukup lama, mulai dari tahun
870-883 M. Ini artinya, hampir separuh masa awal pemerintahan Khalifah
al-Mu’tamid (256-279 H/ 870/892 M), dihabiskan untuk mengatasi pemberontakan
Kaum Zanj ini baru dapat diatasi dan ditumpas secara tuntas pada masa
pemerintahan Khalifah al-Muwaffaq pada tahun 893 M.
2)
Gerakan Kelompok Qaramithah
Gerakan ini dilakukan untuk menentang
kekuasaan Khalifah al-Mu’tamid (256-279 H/870-892M). Pada tahun 899 M,
Kaum Qaramithah berhasil mendirikan sebuah wilayah merdeka di Teluk
Persia. Wilayah ini kemmudian dijadikan sebagai basis kegiatan mereka untuk
menentang kekuasaan Bani Abbas. Sekitar
tahun 902 M, pemberontakan yang dipimpin oleh Abul Fawaris berhasil
memasuki wilayah Syiria dalam Palestina. Tetapi gerakan mereka terhenti ketika
ingin melakukan penjarahan ke wilayah Kufah pada tahun yang sama. Abul
fawaris, pimpinan pemberontak ini berhasil ditawan dan kemudian dihukum
mati.
Meskipun gerakan kelompok ini tidak meluas ke
berbagai wilayah kekuasaan Islam, tapi pengaruhnya cukup terasa di dalam
pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah. Karena sedikit banyak pengaruhi jalannya
pemerintahan dan perekonomian negara itu. Paling tidak gerakan Qaramithah dapat
memperlemah sistem pemerintahan dan perpolitikan dalam negeri.
3)
Gerakan Kelompok Assasins
Dalam beberapa hal, gerakan kelompok Assasins
ini dapat dikategorikan sebagai kelompok sparatis atau sempalan yang
melanjutkan tujuan dari gerakan Qaramithah. Karena kelompok ini secara
ideologi beraliran Syi’ah, sama seperti Qaramithah. Kelompok gerakan ini
dipimpin oleh Hasan bin Sabah (w.1124 M). Basis gerakan ini berada di
kota Alamut, suatu tempat yang terletak di sebelah Selatan Laut
Kaspia. Kelompok ini melancarkan gerakan karena mereka kecewa dengan
jalannya pemerintahan Bagdad, karena tampuk pemerintahan sudah tidak lagi
dipegang oleh orang-orang yang layak menjadi pemimpin.
Sama halnya dengan kelompok pemberontak lain,
pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok Assasins ini membawa dampak
yang kurang baik bagi jalannya pemerintahan Islam kala itu. Dalam perkembangan
selanjutnya, pemberontakan ini berujung pada lemahnya sistem pemerintahan dan
menciptakan situasi dan kondisi sosial politik tang tidak stabil. Kondisi ini
lama-kelamaan memperlemah pemerintahan dinasti Bani Abbasiyyah.
b.
Perebutan Kekuasaan
Sejak masa-masa awal pemerintahan dinasti Bani
Abbasiyah, terlihat ada indikasi adanya perebutan kekuasaaan di dalam keluarga
khalifah. Di antara penyebabnya adalah kurang tegasnya para khalifah dalam
menentukan putra mahkota. Contoh yang dapat dipelajari dari kenyataan ini
adalah peristiwa perebutan kekuasaan antara al-Amin dengan al-Makmun.
Masing-masing memiliki kelompok pendukung fanatik. Al-Amin, yang beribukan oran
Arab bernama Zubaidah, mendapat dukungan kuat dari kelompok masyarakat
Arab. Sementara al-Makmun, yang beribukan orang Persia bernama Marajil, memiliki
pendukung kuat dari kelompok masyarakat Persia.
Perebutan kekuasaan itubsemakin tampak jelas ketikan
al-Amin memecat al-Makmun dari jabatannya sebagai gubernur di Khurasan.
Posisinya sebagai putra mahkota yang akan menggantikan kedudukannya kelak,
digantikan oleh putra al-Amin yang masih
kecil. Pemecatan dan penangkatan putra mahkota ini menimbulkan amarah
al-Makmun.
Peristiwa serupa juga terjadi pada masa
pemerintahan Khalifah Al-Muntashir dan al-Mu’taz. Kedua orang ini
adalah putra kandung Khalifah al-Mutawakil. Al-Muntashir kecewa dengan
kebijakan ayahnya yang lebih menyayangi dan mengutamakan al-Mu’taz, adik al-Muntashir.
Terlebih ketika al-Mutawakil memberikan prioritas kepada al-Mu’taz untuk
kedudukan khalifah daripada al-Muntashir. Kebijakan ini membuat marah
Al-Muntashir marah dan melakukan perbuatan makar dengan membunuh ayahnya lewat
tangan al-Fath bin Kalqan, orang Turki. Setelah itu Al-Muntashir berkuasa lebih
kurang 6 bulan (247-248 H/ 861-862 M).
Bagaimanapun, perebutan kekuasaan dalam istana
membawa dampak yang negatif bagi pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah. Pada
akhirnya juga memperlemah da menghancurkan kekuasaan Bani Abbas.
c.
Kedudukan Khalifah yang Lemah
Wibawa khalifah Bani Abbas memudar sejak masa al-Watsiq,
al-Mutawakil dan sesudahnya. Tidak ada seorangpun diantara mereka yang
mempunyai kemampuan cukup untuk memimpin kerajaan. Mereka hanya menjadi boneka
kekuasaan para wazir dan para menteri yang korup dan ambisius. Kelemahan
dan ketidakmampuan mereka dimanfaatkan oleh para pejabat gubernur diberbagai
propinsi untuk melepaskan diri dari pemerintahan pusat. Sebagai contoh peninggalan
Al-Mutashir orang-orang Turki mengangkat al-Musta’in sebagai khalifah, mestinya
ia memiliki kekuasaan penuh. Tapi nyatanya, ia banyak diatur oleh orang-orang
Turki yang pernah mengangkatnya dan tidak diizinkan untuk menjalankan roda
pemerintahan.
Kenyataan ini merupakan gambaran dari peta
politik kekuasaan pada masa-masa akhir pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah.
Para khalifa tidak lagi memiliki kekuatan hukum dan politik untuk menentukan
jalannya pemerintahan. Hal itu terjadi karena mereka hanya sebagai simbol
kekuasaan dan bertindak hanya sebagai pejabat negara, bukan pejabat
pemerintahan. Kenyataan ini sekali lagi menunjukkan kelemahan-kelemahan para
khalifah Bani Abbas. Kelemahan ini tidak hanya membawa dampak citra buruk bagi
pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah, juga membawa dampak pada melemahnya sistem
dan struktur pemerintahan. Pada akhirnya juga kan membawa pada kehancuran
pemerintaha dinasti Bani Abbasiyah.
d.
Munculnya Kerajaan-kerajaan kecil di Barat dan di Timur Bagdad
Luasnya kekuasaan Islam pada masa pemerintaha
dinasti Bani Abbasiyah, menyebabkan pemerintah tidak dapat melakukan kontrol
dengan baik terhadp wilayah-wilayah tersebut. Peluang ini dimanfaatkan oleh
para penguasa daerah yang jauh dari pusat pemerintahn untuk melepaskan dan
menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Di antara kerajaan-kerajaan kecil yang dapat
melepas diri adalah dinasti Bani Buwaihiyah (945-1055 M), dinasti Bani
Salajiqah (1037-1157 M). Sementara dinasti Bani Fathimiyah yang
didirikan di Turnisia pada tahun 297-323 H/909-934 M oleh al-Mahdi.
Dinasti ini berkuasa cukup lama, hingga akhirnya dihancurkan oleh Shalahudin
al-Ayyubi.
Selain itu, terdapat banyak daerah yang
berusaha memisahkan diri dari pemerintahan pusat Bagdad. Di antara yang sempat
mendirikan kerajaan kecil adalah dinasti Idrisiyah yang didirikan oleh Idris
bin Abdullah (172-311 H/ 788-932 M), dinasti Aghlabiyah didirikan
oleh Ibrahim bin Aghlab (184-296 H/ 800-909 M), dinasti Thuluniyah, didirikan
oleh Ahmad bin Thulun (254-292 H/ 868-905 M), dinasti Ikhsyidiyah, didirikan
oleh Muhammad bin Tughj (323-358 H/ 935-969 M), dinasti Hamdaniyah, didirikan
oleh Hamdan bin Hamdan (293-394 H/ 905-1004 M), dinasti Thabiriyah, didirikan
oleh Thabir bin Husein (205-290 H/ 867-903 M), dinasti Samaniyah, didirikan
oleh Sama Khuda (261-389 H/ 874-999 M).
Kemunculan kerajaan-kerajaan kecil ini,
sedikit banyak memperlemah kekuasaan dan wibawa dinasti Bani Abbas. Sebab,
paling tidak pemasukan dan pengaruh para khalifah Bani Abbas berkurang. Lama-kelamaan,
akan membawa kelemahan, kemunduran dan kemudian kehancuran dinasti Bani
Abbasiyah.
2. Krisis Ekonomi
Faktor kedua yang menjadi penyebab terjaadinya kemunduran dan kehancuran dinasti Bani
Abbasiyah adalah krisis ekonomi. Krisi ekonomi ini merupakan akibat
langsung dari krisis politik yang terjadi pada masa itu. Sebab, pergolokan dan
pemberontakan yang terjadi di beberapa daerah menyebabkan banyak pendapatan
negara yang terhambat masuk. Terhambatnya pemasukan kas negara dari berbagai
pajak ini disebabkan banyak kelompok yang enggan membayar, bahkan ada beberapa
wilayah yang dengan terang-terangan menyatakan merdeka dan tidak lagi terikat
dengan pemerintahan pusat di Bagdad. Di antara wilayah yang menolak dan
mennyatakan merdeka dari Bagdad adalah Tunisia dan kemudian Mesir ketika berada
di bawah kekuasaan dinasti Fathimiyah.
Selain itu, krisis ekonomi ini juga disebabkan
oleh membengkaknya jumlah pengeluaran negara yang dipergunakan untuk
kepentingan kelompok istana. Semua pengeluaran diambil dari kas yang ada di baitul
mal, sehingga jumlah uang yang ada pada kas tersebut terus berkurang. Dalam
perkembangan selanjutnya, ketika tidak ada lagi pemasukan dari kharraj (pajak
bumi) dan jizyah (pajak berkepala/jiwa), yang dipungut dari masyarakat,
negara benar-benar mengalami krisis ekonomi yang sangat parah.
Karena berimplikasi pada perekonomian negara.
Lebih menyedihkan lagi, ketika negara tengah mengalami krisis ekonomi seperti
itu, para penguasa dengan seenaknya memakan uang negara untuk kepentingan diri
dan kelompok masing-masing. Kondisi seperti ini terus berlangsung sejak
masa-masa kemunduran dinasti Bani Abbasiyah hingga menjelang kehancurannya pada
paruh pertama abad ke-13 M.
3. Ketergantungan pada Tentara Bayaran
Faktor yang tak pentingnya adalah sifat
ketergantungan yang sangat tinggi kepada tentara bayaran. Sifat ketergantungan ini
disebabkan antara lain oleh semakin canggihnya teknologi perang, sehingga para
khalifah tidak lagi banyak bergantung pada kekuatan milisi. Para penguasa
dinasti Bani Abbasiyah ini mulai melirik kepada kekuatan baru dalam upaya
mempertahankan dan menjaga keamanan pribadi dan keluarga mereka. Mereka
meninginkan adanya pengawal yang loyal, tegas dan berani menjalankan perintah
atasan.
Ketergantungan ini dimanfaatkan oleh para
tentara bayaran yang kebanyakan beraal dari daerah Turki. Dengan kemampuan dan
kelebihan yang mereka miliki, mereka dapat melakukan tawar-menawar dalam masah
tugas dan hak yang akan mereka peroleh. Biasanya para khalifah atau penguasa
lokal tidak banyak pilihan, kecuali menerima tawaran mereka. Sebab secara
fisik, mereka memiliki tubuh lebih besar dan sudah terbiasa dengan berbagai
pertempuran.
Oleh karena itu, pada masa-masa akhir dinaasti
Bani Abbasiyah , benyak penguasa lokal yang memiliki tentara bayaran yang
sangat loyal kepada atasannya. Perkembangan ini ternyata membawa dampak yang
kurang menguntungkan bagi para khalifah Abbasiyah. Sebab banyak daerah yang
memiliki tentara sendiri berusaha menentang kebijakan dan melakukan perlawanan.
Ketergantungan para khalifah dinasti Bani
Abbasiyah terhadap tentara bayaran akan sangat merugikan kelangsungan para
khalifah dan kekuasaannya. Sebab para tentara bayaran itu hanya akan mau
menjalankan tugas bila mendapat bayaran yang besar dari atasannya. Bila
khalifah tidak mau merikan bayaran yang mereka tawarkan, maka mereka akan
mengancam keselamatan khalifah dan keluarganya.
Situasi dan kondisi seperti ini lama-kelamaan
memperlemah struktur sosial politik dan militer yang telah dibangun
pemerintahan Abbasiyah. Dalam catatan sejarah, ternyata para penguasa dinasti
Bani Abbasiyah hancur karena begitu kuatnya ketergantungan mereka terhadap
tentara bayaran ini.
B. KERUNTUHAN DAN KEHANCURAN DINASTI BANI ABBASIYAH
Setelah mengalami perjalanan panjang dan
melelahkan, akhirnyadinasti Bani Abbasiyah mengalami masa keruntuhan dan
kehancuran. Padahal dinasti ini berkuasa cukup lama (132-656 H/ 750-1258 M)
hampir 6 abad. Tetapi akibat manajemen pemerintahan yang tidak baik ditambah
banyaknya pemberontakan dan krisis ekonomi berkepanjangan, dinasti ini harus
mengalami nasib pahit dihancurkan oleh tentara Hulaghu Khan pada tahun 1258 M.
Jatuhnya kota Bagdad pada tahun 1258 M ke
tangan bangsa Mongol, bukan saja mengakhiri khalifah Abbasiyah, juga merupakan
awal dari kemunduran politik dan dan kehancuran peradaban Islam. Sebab, kota
Bagdad yang merupakan simbol peradaban dunia ketika itu dan pusat pengembangan
ilmu pengetahuan Islam, luluh lantah di tangan kelompok masyarakat peradaban
rendah itu. Pusat-pusat peradaban dan peninggalan Islam dibumihanguskan tentara
Hulaghu Khan. Tidak hanya itu, masyarakat muslim juga menjadi sasaran biadab
tentara Mongol. Mereka yang selamat berusaha melarikan diri dan menghindari
kota Bagdad. Para ilmuwan atau ulama banyak yang melarikan diri ke kota-kota
lain, seperti Isfahan, Khurasan, dan sebagainya.
Kehancuran kota Bagdad sebenarnya tidak
sedahsyat itu, bila tidak ada pengkhianat dari dalam. Diceritakan bahwa pada
situasi krisis seperti itu, seorang perdana menteri khalifah bernama Muayyaduddin bin al-Alqami, seorang
penganut Syi’ah, mengambil kesempatan dengan menipu khalifah al-Musta’shim.
Menurut versi al-Qami, untuk
menyelesaikan persoalan itu, ia telah mengadakan perjanjian dengan Hulaghu
Khan. Hasilnya, Hulaghu akan menikahkan putrinya dengan putra al-Musta’shim
bernama Abu Bakar. Dengan demikian, keselamatan khalifah akan
terjamin. Hanya saja, khalifah harus tunduk berada dibawah kekuasaan Hulaghu
Khan.
Akhirnya khalifah al-Musta’shim setuju untuk
menikahkan putranya dengan putri Hulaghu Khan. Untuk kepentingan itu,
disusunlah rencana pertemuaan antara kedua belah pihak. Al-Qami keluar
dengan membawa barang berharga berupa mutiara, permata, dan hadiah lainnya
untuk diserahkan kepada Hulaghu Khan. Hadiah-hadiah tersebut diambil Hulaghun
Khan, tetapi dibagikan kepada para panglima perangnya.
Karena tidak terjadi sesuatu yang membahayakan
seperti mereka khawatirkan, akhirnya Khalifah al-Musta’shim pergi diiringi oleh
para pembesar istana dan fuqaha dan tokoh lainnya, untuk bertemu Hulaghu Khan.
Tetapi kedatangan khalifah dan orang-orang kepercayaannya, disambut dengan
kekuatan pedang oleh Hulaghu Khan dan tentaranya. Khalifah dan para
pengikutnya, termasuk wazir al-Qami, tewas dibantai saat itu. Peristiwa
ini terjadi pada tahun 656 H/ 1258 M.
Hancurnya kota Bagdad dan tewasnya Khalifah
al-Musta’shim, mengakhiri kekuasaan dinasti Bani Abbasiyah. Dinasti ini yang
semula sangat kuat, secara perlahan melemah dan akhirnya mengalami masa
kehancuran di tangan orang yang tidak memiliki peradaban. Hulaghu Khan dan
tentaranya melakukan pembantaian secara biadab terhadap umat Islam dan
masyarakat kota Bagdad pada umumnya. Masa ini dalam sejarah Islam dikenal
dengan zaman keterpurukan umat Islam dan kehancuran peradaban Islam.
Meskipun pada periode ini dikenal dengan zaman
kemunduran, khususnya peradaban Islam yang dikembangkan oleh Bani Abbas,
ternyata di beberapa wilayah, seperti Persia, India, dan Turki, terdapat
perkembangan peradaban Islam ini dapat dilihat dari berbagai usaha yang
dilakukan oleh para penguasa dinasti Safawiyah di Persia, dinasti Mughal di
India, dan dinasti Usmaniyah di Turki. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai
perkembangan peradaban Islam di masa ketiga kerajaan tersebut, berikut
uraiannya.
C. MASA TIGA KERAJAAN BESAR
Jatuhnya kota Bagdad pada tahun 1258 M ke
tangan bangsa Mongol, tidak saja mengakhiri khalifah Abbasiyah, juga sekaligus
mengawali masa kemunduran politik Islam secara drastis, terutama di beberapa
daerah kekuasaan Abbasiyah. Politik kekuasaan Islam terpecah menjadi beberapa
kerajaan kecil, seperti dinasti Ilkhan, dinasti Timuriyah, dinasti
Mamalik. Situasi ini baru berubah setelah terbentuknya tiga kerajaan
besar, yaitu kerajaan Safawi di Persia, Mughal di India, dan Usmani di Turki.
1. Kerajaan Safawi
Kerajaan Safawi adalah kerajaan Islam pertama
di Persia (Iran). Kerajaan Safawi merupakan salah satu dari tiga kerajaan besar
Islam pada abad pertengahan, yaitu Usamani di Turki dan Mugal di India.
a.
Sejarah Berdirinya Kerajaan Safawi
Kerajaan safawi didirikan Syah Ismail Safawi (907
H/1501M) di Tabriz, Nama Safawi dinisbatkan pada Tarekat Safawiah yang
didirikan oleh Syekh Safiuddin Ardabeli (650 H/1252 M-735H/1334 M) dari Ardabil
di Azerbaijan. Dalam perkembangannya cenderung
beralih dari lembaga tasawuf menjadi aliran agama yang condong pada gerakan
politik dan kekuasaan.
Safawi berasal dari sebuah gerakan
tarekat bernama Safawiyah yang kemudian berubah menjadi sebuah gerakan politik.
Gerakan tarekat ini dipimpin oleh Syekh Safiuddin Ishaq dari keturunan Imam
Syiah yang ketujuh bernama Musa Al-Ka’zim. Gerakan takekat ini militn, sehingga
pada akhirnya memasuki wilayah politik dan pemerintahan.
b.
Perkembangan Kerajaaan Safawi
Ismail melakukan serangan-serangan
ke Azerbain untuk memerangi Khan Aga Kiyunli, Tibriz, Syirat, Astrabad, Yazd,
Furat, dan Irak. Semua negri yang dimasukinya dapat ditaklukkan dengan mudah.
Dikuasai irak merupakan langkah strategis karena negri itu terdapat Najaf dan
Karbala. Kedua tempat itu merupakan tempat yang sangat penting bagi orang-orang
Syi’ah. Di Najaf, terdapat kuburan Ali. Di Karbala, terdapat kuburan Husain.
Putra bin Abi Talib.
Dipuncak kemegahan dan
kemasyurannya, Ismail Berziarah ke Ardabil, tempat kuburan nenek moyangnya.
Ditempat itulah, ia meninggal dalam usia 38 tahun (1524 M) dan dikuburkan.
Kedudukannya digantikan oleh putranya, Tahmasp yang baru yang berusia 10 tahun.
Ia menduduki takhta nya selama 52 tahun. Selama masa pemerintahan nya, tidak
banyak yang dapat dihasilkan untuk kemajuan bangsanya, tapi lebih banyak
digunakan untuk berperang. Hal itu disebabkan banyaknya konflik, baik di
internal kerajaan maupun dari luar. Ia meninggal pada 14 Mei 1576 M.
Kerajaan Safawi mencapai puncak
kejayaannya pada masa kepemimpinan Syah Abbas I (1588-1629 M). Pada masa ini
kerajaan Safawi bukan hanya mampu meredam konflik internal di dlam negeri dan
merebut wilayah yang melepaskan diri, tetapi juga mampu melebarkan wilayahnya
sampai ke Tabriz, Sirwan, dan Kepulauan Harmuz, bahkan melebar ke pelabuhan Bandar
Abbas.
Untuk mewujudkan stabilitas
politik, Syah Abbas I berusaha melepaskan diri dari ketergantungan terhadap
dukungan kekuatan militer Qizilbasy. Sebagai gantinya, ia membentuk kekuatan
militer yang terdiri atas budak Kaukasus dan Georgia. Strategi ini telah menunjukkan hasilnya
sehingga pada tahun 1598 mengusir kekuatan Uzbek di Khirazan.
Kekuatan afawiyah bangkit kembali
dalam kepemimpinan Ismail. Ia selama lima tahun mempersiapkan kekuatan dengan
membentuk pasukan Qizilbash (pasukan baret merah) yang bermarkas di
Gilan. Pada tahun 1501 m pasukan Qizilbash berhasil mengalahkan Ak-Koyunlu
dalam peperangan di dekat Nakhcivan dan berhasil menaklukkan Tibriz, pusat
kekuasaan Ak-Koyunlu. Di kota Isma’il memproklamirkan diri sebagai raja
pertamanya.
Kemenangan tersebut
membuat Isma’il berambisi untuk mengusai daerah-daerah lain, sehingga kekuatan
Safawiyah harus berhadapan dengan kekuatan Turki Usmani di Chaldiran pada tahun
1415 M. Pasukan Sultan Salim lebih unggul dan berhasil menguasai kota Tibriz. Keadaan Safawiyah terselamatkan dengan kepulangan Sultan
Salim ke negerinya, karena di Turki sedang terjadi perpecahan di tubuh militer.
Kerajaan Safawi kembali menunjukkan
kejayaannya pada masa Abbas II yang menggantikan Syah Safi. Ia berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang telah
dikuasai oleh bangsa lain. Kejayaan inii pun tidak bisa dipertahankan oleh
penerus-penerusnya. Akhirnya, pada tanggal 17 Oktober 1722 M, Husin Syah,
penguasa kerajaan saat itu tertawan dan menyerahkan mahkota kerajaan Iran kepada
Mmir mahmud Khan. Dengan demikian, tamatlah riwayat kerajaan safawi.
c.
Pengaruh Kerajaan Safawi terhadap Perkembangan Islam
Perkembangan Islam umumnya sesuai dengan perluasan
wilayah yang dilakukan oleh rajanya, disampng kemajuan yang diusahakan, baik dibidang
kemajuan ilmu pengetahuan, budaya, dan sebagainya. Dari beberapa raja yang berkuasa pada masa Dinasti Safawi
yang menonjol adalah Ismail dan Abbas.
Pada masa Ismail yang dikenal
ssebagai pendiri kerajaan ini, perluasan wilayah terus dilakukan. Wilayah-wilayah
perluasan yang kemudian dikuasai penuh adalah Gergia yang penduduknya beragama
Nasrani, Baku, Astrabad, dan Yazd. Ismail ini seorang raja yang Fanatik
terhadap Syi’ah sehingga mazhab Syi’ah dijadikan sebagai mazhab resmi negara.
Pada masa Abbas I, pengaruhnya terhadap perkembangan
Islam adalah kemampuannya menaklukkan negeri Kaukasus, Balkh, dan Merv di
samping mampu merampas Pulau Hormuz yang telah lama dikuasai bangsa Portugis. Bahkan, bangsa Portugis dan Inggris dapat diusir dari
pulau itu. Abbas berbeda dengan Pamannya, Ismail yng fanatik terhadap Syi’ah.
Ia sangat toleran terhadap mazhab yang ada, termasuk mazhab Sunni. Paham Syi’ah
tidak lagi menjadi paksaan. Tidak hanya perluasan wilayah, tetapi perkembangan
kebudayaan dan berpikir sangat diperhatikan. Misalnya, pembangunan istana yang
indah, masjid-masjid yang permai, seni lukis, pahat, serta pengembangan di
bidang keilmuan Islam, misalnya ilmu fikih dan filsafat.
Itulah beberapa pengaruh Kerajaan
Safawi terhadap perkembangan Islam yang dalam sejarah Islam terasa kurang
menonjol. Namun, keturunan mereka dapat kita saksikan sekarang ini, yaitu
dengan berdirinya Republik Islam Iran yang juga bermazhab Syi’ah hasil dari
sebuah revolusi pada tahun 1979. Pengaruh revolusi Iran terhadap negeri-negeri
Islam yang lain cukup menonjol.
d. Kemajuan yang
Dicapai Kerajaan Safawi
a)
Bidang Ekonomi
Kemajuan di bidang ekonomi ini
sangat menonjol, terutama pada ektor perdagangan dan pertanian. Hal itu terjadi
karena dikuasainya Bandar Abbas, jalur perdagangan dari Eropa ke Asia menjadi
milik Kerajaan Safawi. Dari sektor pertanian, Kerajaan Safawi mengalami
kemajuan, terutama di daerah Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent).
Pemusatan kekuatan politik dapat
dipisahkan dari dukungan sistem ekonomi yang dikendalikan langsug oleh
kekuasaanpusat. Untuk kepentingan itu, Syah Abbas I melakukan pemusatan sistem
pertanian, yaitu dengan upaya memperbanyak pengalihan tanah negara menjadi
tanah raja.
Situasi dalam negeri yang
terkendali membuat masyarakat Safawi menjadi tenang dan giat berusaha, sehingga
pertumbuhan eknominya semakin baik. Dengan adanya pelabuhan Bandar Abbas,
perdagangan antara imur dan barat semakin ramai sehingga sektor perdagangan
semakin maju.
b)
Bidang Ilmu Pengetahuan
Untuk lebih memperlancar
sosialisasi dan memapankan ajaran Syi’ah, Syah Abbas I mendirikan lembaga
pendidikan Syi’ah, yaitu sekolah teologi. Perolehan negara dari sektor
pertanian yang terus bertambah telah memungkinkan Syah Abbas I mampu membangun
dan membiayai penerapan sistem pendidikan Syi’ah.
Pada masa ini juga banyak
melahirkan ilmuwan dalam berbagai disiplin ilmu sehingga dapat menambah
khasanah ilmu pengetahuan, misalnya Bahauddin Muhammad bin Husain al-Amili
Al-Juba’i, Muhammad Baqir Astarabadi, Sadrudin Muhammad bin Ibrahim Syirazi
(Mulla Shadra), dan Muhammad Baqir Majlisi.
c)
Bidang Pembangunan Fisik dan Seni
Para penguasa Kerajaan Safawi
telah berhasil menjadikan Isfahan sebagai Kota yang Indah. Di sana dibangun
beberapa bangunan bersejarah, antara lain jembatan raksasa di Zende Rud; Istana
Chihil Sutun; Masjid Shah, dibangun pada tahun 1611 M; Masjid Syekh luft Allah,
dibangun pada tahun 1603 M.
Unsur seni lainnya dapat dilihat
dalam bentuk kerajinan tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian, dan
tenunan. Pada tahun 1522 M, Ismail I mebawa seorang pelukis terkenal bernama
Bizhad ke istananya.
Kemajuan seni Arsitektur ditandai
dengan berdirinya sejumlah bangunan megah yang memperindah ibu kota kerajaan
ini. Kota Isfahan turut memperindah dengan kebun wisata yang sangat indah.
Ketika Abbas I meninggal, di isfahan terdapat sejumlah 162 masjid, 48
perguruan, 1802 penginapan, dan 273 tempat pemandian umum.
e. Kemunduran
dan Kehancuran Kerajaan Safawi
Sepetinggalan Abbas I pada tahun 1628 M, kerajaan Safawi
mengalami kemunduran yang secara beransur-angsur, dan kemudian hancur. Hal ini terjadi
karena sejumlah raja yang berkuasa setelah Abbas I merupakan penguasa lemah,
sehingga tidak mampu mempertahankan masa kejayaan kerajaan Safawi. Safi
Mirza, cucu sekaligus pengganti Abbas I, berperangai buruk dan tega berbuat
kejam terhadap pembesar kerajaan, sekalipun karena alasan yang remeh. Sejak
masa ini, beberapa wilayah Safawi lepas. Misalnya, wilayah Kandahar dirampas
oleh kerajaan Mughal, Delhi. Kemudian Ervan, Tibriz, dan Bagdad direbut oleh pasukan
Usmani antara tahun 1635 M.
Ada sejumlah faktor penyebab kemunduran kerajaan ini,
selain faktor ketidakcakapan sejumlah raja setelah Abbas I, hingga pada
akhirnya membawa kepada kehancurannya. Di antaranya adalah pertama; konfllik
militer yang berkepanjangan dengan kerajaan Usmani. Berdirinya kerajaan
Safawi yang beraliran Syi’ah dipandang oleh kerajaan Usmani sebagai kekuatan
yang mengancam kekuasaannya.
Kedua, pasukan budak
yang dibentuk oleh Abbas I tidak memiliki semangat perjuangan yang tinggi,
seperti yang dimiliki Qizilbash. Hal ini disebabkan karena mereka tidak
memiliki ketahanan mental yang kuat, karena tidak dipersiapkan secara terlatih
dan tidak memiliki bekal rohani. Pada masa belakangan pasukan Qizilbash tidak
memiliki militansi, dan semngat mereka telah luntur, tidak sebagaimana
Qizilbash generasi awal. Kemorosotan aspek kemiliteran ini sangat besar
pengaruhnya terhadap hilangnya kekuatan dinasti Safawi.
2.
Kerajaan
Mugal
Mugal adalah kerajaan Islam yang pernah berkuasa di India
dari abad ke-16 hingga abad ke-19. Kerajaan ini lahir bersamaan dengan Kerajaan
Turki Usmani di Asia Tengah dan Safawi di Persia. Ketiganya menjadi negara
adikuasa pada masanya. Mugal berperan besar bagi pengembangan agama Islam di
India.
a.
Sejarah Berdirinya Kerajaan Islam
Mugal di India
Kerajaan Islam Mugal di India ini
didirikan oleh Zahir ed Din yang kemudian dikenal dengan nama Babur yang
berarti si macan. Ia adalah putra Syekh Umar, turunan langsung Miransyah
putra ketiga dari Timur Lenk. Ibunya seorang putri dari keturunan langsung
Jekutai, putra Jengis Khan. Jadi, Babur merupakan keturunan langsung Timur Lenk
dan Jengis Khan.
Babur dapat berkuasa di India
setelah terlebih dahulu menguasai Afganistan, Kabul, Kandahar, dan Punjab. Setelah
mampu menguasai seluruh India pada tahun 1530 M, Babur meninggal dunia.
Kerajaan diteruskan berturut-turut oleh Humayun, Sultan Akbar Syah, Jahangir,
Syah Jehan, dan Aurangzeb. Setelah kepemimpinan Aurangzeb, tidak ada lagi
pemimpin Kerajaan yang cakap dan India telah menjadi negeri jajahan Inggris.
b.
Perkembangan
Kerajaan Mugal
Babur naik tahkta tahun 1500
menggantikan ayah nya. Sebagaimana nenek moyangnya, ia pun suka melakukan
ekspansi keberbagai wilayah. Ia ingin menguasai seluruh wilayah Asia Tengah.
Namun, usahanya belum berhasil. Bahkan, tahun 1504, ia kehilangan wilayah
Fergana.
Berkat
bantuan Ismail I (penguasa Safawi),
Babur dapat menguasai Kabul. Kemenangan itu membuatnya makin meluaskan
kekuasaannya hingga ke Delhi. Pada tahun
1526, Babur mampu mengalahkan Ibrahim Lody, penguasa Delhi. Ia pun
memproklamasikan diri sebagai maharaja di India.
Setelah Babur meninggal, kekuasaan
Mugal mulai melemah. Humayun sebagai penerus nya tidak mampu menahan serangan
dari Sher Shah, Penguasa etnik Afgan. Ia pun melarikan diri ke Persia sebagai
pengungsi. Dengan bantuan Syah Tahmasp I, penguasa Safawi, Humayun berhasil
merebut kembali Delhi.
Setahun kemudian, Humayun
meninggal (26 januari 1556) dan digantikan Akbar I. Ia memegang tampuk
kekuasaan sangat lama (1556-1603). Pada masanya, kerajaan Mugal mencapai puncak
kejayaanya. Seluruh wilayah yang terlepas pada masa Humayun dapat direbut
kembali. Kejayaan ini terus berlangsung hingga tiga sultan berikutnya, yaitu Jahangir
(1605-1627), Syah Jehan (1627-1658), dan Aurangzep (1658-1707). Setelah
kepemimpinan Aurangzep, tidak ada lagi pemimpin kerajaan yang cakap dan India
telah menjadi negeri jajahan Inggris.
c.
Pengaruh
Kerajaan Mugal terhadap Dunia Islam
Pengaruh Kerajaan Mugal terhadap
dunia islam cukup menonjol. Babur menjadi penyiar islam yang gagah perkasa.
India yang mayoritas penduduknya beragama Hindu dapat ditaklukkan. Sebelumnya,
Kabul, Kandahal, dan Afganitan telah lebih dahulu dikuasainya.
Sebelum kehadiran Babur dan
tentaranya di India, sebenarnya seluruh amir Islam dan maharaja Hindu telah
bersatu. Akan tetapi, Babur dan tentaranya jauh lebih kuat sehingga mereka
tidak terlalu sulit untuk di taklukkan.
d.
Kemajuan yang Dicapai Kerajaan Mugal
1)
Bidang Keagamaan
Sebagai sebuah kerajaan Islam ,
Mugal memberikan perhatian besar terhadap pengembangan Islam. Untuk keperluan
ini, pihak kerjaan mendorong untuk menjadikan Masjid selain sebagai tempat
ibadah, juga sebagai tempat belajar agama Islam. Selain masjid jua terdapat khanqah
(pesantren) yang dipimpin ulama atau wali.
Ada beberapa penulis terkenal dari
Kerajaan Mugal sebagai bukti kemajuan di bidang keagamaan, antara lain Gulbadan
Begum menulis buku Humayun Namah; Jahan Ara Begum menulis buku Munis Al-Arwah,
yang menguraikan tentang para wali Allah; Zaibun Nisa menyusun sebuah tafsir
Al-quran dalam Bahasa Persia yang kemudian di beri judul Zaib at-Tafsir;
Badayuni menulis buku Hadis Arba’in (empat puluh hadis); Akbar menulis buku Tuzki-Baburi,
sebuah buku yang menguraikan kehidupan Babur; Mullah Daud menulis buka Tarikh-i-Alfi,
sebuah buku sejarah.
2)
Bidang Seni Budaya
Kerajaan Mugal juga memberikan
perhatian dalam pengembangan peradapan. Upaya pengembangan ini tampak terus
dilakukan, antara lain di bidang seni lukis, seni musik, dan seni bangungan.
Salah satu karya monumental, Abdul Samad berhasil menulis surah al-Ikhla.s
diatas sebutir opium (khaskhas). Selain itu, ada sejumlah pelukis yang terkenal
pada masa ini, yakni Farrukh Beg, Muhammad Nazir khan, Muhammad murad, dan Aqa
Reza. Pelukis Terakhirpernah memperoleh julukan Nazir az-Zaman. Dalam seni
suara dan seni musik, tokoh yang terkenal adalah Baccu.
3)
Bidang Arsitektur
Kemajuan dibidang arsitektur,
terbukti dengan lahr nya bangunan-bangunan bersejarahyang masi ada higga kini.
Bangunan-bangunan itu, Antara lain Istana Fatpur Sikri di Sikri, Masjid Raya
Delhi di New Delhi, Istana Lahore di Lahore Punjab, dan Taj Mahal di Agra.
e. Kemunduran
dan Kehancuran Kerajaan Islam Mughal
Setelah mengalami masa-masa kemajuan pada masa Akbar dan
tiga raja penggantinya, lambat laun kerajaan ini mengalami kemunduran.
Kemunduran ini ditandai dengan terjadinya perebutan kekuasaan di kalangan
istana, terjadinya pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh kaum
separatis Hindu, dan lain-lain. Kenyataan ini ditambah dengan kurang
berhasilnya para pemimpin yang lemah, sehingga tidak mampu mengatasi persoalan
yang terjadi di wilayah kekuasaanya.
Terdapat beberapa faktor-faktor penyebab terjadinya
kemunduran dan kehancuran dinasti Mughal di India. Di antaranya adalah konflik
internal di kalangan istana, serangan bangsa Hindu, serangan bangsa Persia dan
masuknya unsur asing, seperti bangsa Inggris yang menguasai sektor ekonomi
dengan mendirikan IEC (the East India Company).
Meskipun Mughal merupakan kerajaan Islam, namun mayoritas
warganya tetap beragama Hindu. Bahkan sejarah pembentukan kerajaan ini bermula
dari gerakan penaklukan terhadap sejumlah pengua Hindu. Gerakan pemberontakan
Hindu untuk merebut supremasi politik di India sudah mulai terjadi pada masa
pemerintahan Akbar. Mereka melancarkan pemberontakan di bawah pimpinan Hemu dalam
peperangan Panipat II (1556 M). Pada waktu Mughal dilanda krisis
perebutan kekuasaan di kalangan istana yakni antara tahun 1719-1748 M,
orang-orang Hindu kembali melancarkan sejumlah pemberontakan. Kelompok Sikh di
sebelah utara Delhi, dan merebut kota Sirhind. Golongan Maratha di
bawah pimpinan Raja Rao berhasil merebut sebagian wilayah Gujarat di
tahun 1723 M.
Serangan Nadzir Syah, penguasa Persi yang berhasil
merebut kekuasaan Safawi, pada tahun 1736 M, terhadap beberapa wilayah
perbatasan Mughal. Kekalahan dari serangan Nadzir Syah ini menyebabkan prestise
Mughal semakin menurun. Pada masa pemerintahan Syah Alam (1760-1806 M) kerajaan
Mughal diserang oleh Ahmad Khan Durrani. Kekalahan Mughal dari serangan
ini, berakibat jatuhnya Mughal ke dalam kekuasaan Afghan. Syah Alam tetap
diizinkan berkuasa di Delhi dengan jabatan sebagai Sultan.
Ketika kerajaan Mughal dalam kondisi seperti itu, Inggris
semakin memperkuat posisinya. Dari urusan perdagangan, Inggris berusaha
mempelebar pengaruhnya dalam lapangan politik dengan bentuknya EIC (the East
India Company). Inggris memperkuat militernya di daerah perdagangan yang
dikuasainya, terutama di Bengal. Militer Inggris berhasil melepaskan wilayah Qudh,
Bengal,dan Orisa kepada Inggris. Akbar II (1806-1837 M), penganti
Syah Alam, memberikan konsesi kepada EIC untuk mengembangkan perdagangan di
India sebagaimana yang diinginkan oleh pihak Inggris, dengan syarat bahwa pihak
perusahaan Inggris harus menjamin penghidupan raja ddan keluarga istana. Bahadur
Syah (1837-1858 M) pengganti Akbar II, menentang isi perjanjian yang telah
disepakati oleh ayahnya. Hal ini menimbulkan konflik antara Bahadur Syah dengan
pihak Inggris.
Ketika itu, pihak EIC sedang mengalami kerugian akibat
tidak efisiennya administrsi perusahaan, sedang pihak EIC harus tetap menjamin
penghidupan raja dan keluarga istana. Inilah latar belakang EIC memungut pajak
yang tinggi terhadap rakyat. Rakyat yang merasa tertekan berusaha melancarkan
pemberontakan dengan menjadikan Bahadur Syah sebagai pemimpin mereka melawan
Inggris dalam sebuah pertemuaan pertempuran yang terjadi pada bulan Mei 1857 M
pihak Inggris berhasil menghancurkan kekuatan rakyat India. Mereka dihukum
secara kejam sebelu diusir dari Delhi. Bahadur Syah, raja terakhir kerajaan
Mughal diusir dari istana pada tahun (1885 M). Dengan demikian berakhirlah
kekuasaan kerajaan Islam Mughal di India. Semenjak itu umat Islam dihadapkan
pada perjuangan untuk mempertahankan eksistensinya di bawah kekuasaan Inggris
dan di tengah mayoritas umat Hindu di India.
3.
Kerajaan Turki
Usmani
Kerajaan Turki Usmani berasal dari
suku bangsa Turki Kabilah Oghuz yang mendiambi daerah Mongol dan Utara negri
China.
a.
Sejarah Berdirinya Kerajaan Turki Usmani
Usman adalah sebuah kesultanan
yang berpusat di Istambul, Turki. Kerajaan Usmani merupakan salah satu dari
tiga kerajaan besar Islam pada masa pertengahan, selain Safawi dan Mugal.
Kerajaan Usmani berasal dari suku bangsa pengembara yang bermukim di wilayah
Asia tengah. Mereka termasuk suku Kayi,
salah satu suku di Turki Barat yang terancam gelombng keganasan serbuan bangsa
Mongol.
Usman berasal dari suku bangsa
Turki Kabilah Oghuz yang mendiami daerah sebelah Utara tanah Tiang Tiongkok, yakni Mongolia
di Asia Tengah, Utara Laut Kaspia. Karena daerah itu tandus, Usman dan penduduk
setempat pindah ke Turkistan. Pada abad ke 13, mereka pindah lagi untuk
menghindari dari serangan bangsa Mongol yang menjarah Asia Tengah dan Barat di
bawah raja nya, Jengis Khan. Awalnya Jengis Khan meyerang china ( 1213M ),
menduduki Beijing (1218M) dan wilayah Turkistan pada tahun (1219-1220M).
Bangsa Turki terus mengembara
sampai di pinggir Sungai Eufrat, dekat Asia Kecil. Akhirnya, mereka menetap
disana. Mereka membantu Sultan Alauddin, penguasa Seljuk, mengalahkan pasukan
Mongol. Sebagai hadiah, mereka diberi tanah di wilayah Iskisyahr (Sultania),
dekat Bursa.
Usman yang naik takhta
menggantikan ayahnya, Artogrol pada tahun 1294 M, juga ikut membantu penguasa
Seljuk memerngi Byzantium. Dalam perang itu, Seljuk berhasil merebut kemenangan
dan menduduki beberapa banteng. Atas jasa nya itu, Usman dianggap oleh Sultan
Alauddin sebagai amir.
Usman mengumumkan dirinya sebagai “Padisyah
Al-Usman” (raja besar keluarga Usman). Wilayah Kerajaan Usmani semakin meluas
dengan menakhlukan beberapa wilayah,
seperti Azmir (1327 M), Tharasyanli (1330 M), Iskandar (1388 M), Ankara
(1354 M), dan Gallipoli (1356 M). Kerajaan
Usmani mencapai puncak kejayaannya pada masa Muhammad Al-fatih. Pada massa ini pula dapat
mengalahkan wilayah Bizantium dan menaklukkan Konstantinopel (1453 M). Sejak
saat itu, ia berusaha memperluas wilayah kekuasaan Usmaniyah, hingga akhirnya
ia menaklukkan Broessa pada tahun 1317 M.
Dinasti Usmani didirikan oleh
Usman, putra Ertogol dari kabilah oghuz di daerah Mongol. Mereka datang ke
Turki untuk meminta perlindungan kepada penguasa Saljuk dari serangan
orang-orang Mongol. Mereka juga membantu Sultan Alauddin II berperang melawan
Bizantium. Usman lalu dipercaya menjadi panglima perang Dinasti Saljuk,
menggantikan ayahnya. Setelah Sultan Alauddin wafat, Usman mengambil alih
kekuasaan, dan sejak itulah berdiri kerajaan Usmani.
b.
Perkembangan Islam pada Masa Kerajaan Turki Usmani
Kerajaan Turki Usmani adalah
kerajaan islam besar yang menjadi tumpuan harapan dunia Islam. Pada waktu itu,
negeri-negeri Islam terpecah belah. Dengan munculnya kerajaan Turki Usmani,
Islam kembali menunjukkan keperkasaan dan menyambung kemegahan yang lalu.
Pada masa Murad I, Gallipoli untuk
pertama kalinya dijadikan sebagai tempat pemusatan pasukan secara tetap untuk
kepentingan penaklukkan Balkan. Tahun
1361 M, Andrianopel di daratan Eropa ditaklukkan dan namanya diganti
menjadi Edirne. Kemudian, kota itu dijadikan sebagai ibu kota Kerajaan Turki
Usmani, menggantikan Bursa. Ia berhasil menaklukkan Adrianopel, Philippopolis
(Filibe), Macedonia, Bulgaria Tengah, Sofia, Nish, dan Kosovo.
Sultan Muhammad II yang dijuluki
al-Fatih atau the Conqueror (Sang Penakluk), pada tahun 1453 berhasil
menaklukkan Konstantinopel. Ia berkuasa selama dua periode (pertama: 1444-1446
M dan kedua: 1451-1481 M). Ia dikenal sebagai orang yang cerdas dan menguasai
enam bahasa, yaitu Bahasa Turki, Arab, Persia, Yunani, Latin, dan Ibrani
(Yahudi).
Pecahnya perang dengan Bizantine
pada masa Orkhan, mengilhami khalifah untuk mendirikan pusat pendidikan dan
pelatihan militer, sehingga terbentuklah sebuah kesatuan militer yang disebut Jennisary
atau “Inkisariyah”. Pasukan ini dibentuk dari para pemuda tawanan
perang. Kebijakan ini kemudian dikembangkan oleh Murad dengan membentuk
sejumlah korp atau cabang-cabang Jennisary.
Pembangunan besar-besaran dalam tubuh
organisasi militer oleh Orkhan dan Murad I tidak hanya dalam bentuk perombakan
dalam keanggotaannya. Seluruh pasukan militer dididik dan dilatih dalam asrama
militer dengan pembekalan semangat perjuangan Islam. Kekuatan militer Jennisary
berhasil mengubah negara Usmani yang baru lahir dan memberikan dorongan yang
besar sekali bagi penaklukan negeri-negeri non muslim.
Kerajaan Turki Usmani melebarkan
sayapnya ke wilayah Asia dan Afrika pada masa pemerintahan Salim I Yavus atau
si Kejam. Setelah meninggal, ia digantikan oleh anaknya, Sulaiman I yang
digelari al-Qanuni atau the Magnifient (Yang Agung). Sesudah masa
pemerintahan Sulaiman I, sesungguhnya kerajaan Usmani hanya dapat bertahan dari
serangan musuh dan sedikit meluaskan wilayah. Hal itu disebabkan kerajaan itu
dipimpin oleh para sultan yang lemah.
Pada masa kejayaannya, wilayah
Kerajaan Usmani meluas, meliputi Laut Tengah, Laut Hitam, Rumelia, Anatolia,
Karamaniah, Zulkadria, Diyarbakr, Kurdistan, Azerbaijan, Persia, Damaskus,
Aleppo, Kairo, Mekah, Madinah, Yerussalem, Arabia, dan Yaman.
c.
Peranan Kerajaan Turki Usmani dalam Perkembangan Islam
Puncak peradaban Dinasti Usmani
tidak dapat dilepaskan dari hasil Konstantinopel. Sebagai ibu kota, di situlah
berkembang peradaban Dinasti Usmani yag merupakan perpaduan dari berbagai macam
peradaban. Dinasti Usmani banyak mengambil ajaran etika dan politik dari bangsa
Persia. Dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan, Dinasti Usmani dipengaruhi
oleh Bizantium. Namun, jauh sebelum mereka berasimilasi dengan bangsa-bangsa
tersebut, sejak pertama mereka masuk Islam, bangsa Arab telah menuntun mereka
dalam bidang Agama, prinsip-prinsip kemasyarakatan, dan hukum.
Pada masa Dinasti Usmaniyah, Islam
menyebar sampai ke wilayah Balkan di Eropa Timur. Jika sekarang kita saksikan
di Bosnia mayoritas penduduknya beragam Islam tidak lain karena wilayah
tersebut dahulu menjadi salah satu kekuasaan Turki Usmani. Pada masa
pemerintahan Sultan Muhammad Al-Fatih, Kerajaan Byzantium (Konstantinopel)
dapat ditaklukkan (1453 M). Bahkan, Kota Viena, pusat Kerajaan Austria, pernah
pula diserang Kerajaan Turki Usmani pada saat Sulaiman al-Qanuni berkuasa. Oleh karena itu, tidaklah aneh kalau sampai
sekarang masih terdapat kaum muslimin di negara-negara Bulgaria, Yugoslavia,
Chekoslavia, dan Polandia. Di tempat- tempat itulah dahulu para pahlawan Islam
Turki pernah menancapkan bendara Bulan Bintang.
Negeri-negeri Islam, seperti
Mesir, Hijaz (Mekah dan Madinah), Yaman, Irak, Palestina, Tunisia, Maroko,
Aljazair dan Libya, dahulu adalah wilayah Kerajaan Turki Usmani. Bahkan
ulama-ulama Indonesia yang sangat terkenal, seperti Syekh Nawawi al-Bantani dan
Syekh Ahmad Khatib dari Minangkabau belajar Islam di Mekkah yang pada saat itu
di bawah kekuasaan Turki Usmani.
Dengan Demikian, peranan Turki
pada masa Dinasti Usmaniyah terhadap perkembangan Islam sangatlah besar sesuai
dengan luas wilayah kekuasaan. Luas wilayah kekuasaan Kerajaan Turki meliputi
tiga benua, yaitu Asia, Afrika, dan Eropa. Turki Usmani berkuasa selama 600
tahun, yaitu dari abad ke-13 sampai permulaan abad ke-20. Turki tidak dapat
dipisahkan dengan perkembangan Islam di dunia.
d.
Kemajuan-Kemajuan yang Dicapai Kerajaan Turki Usmani
1)
Bidang Kemiliteran
Unsur militer menempati kedudukan
yang penting dalam basis sosial politik Kerajaan Turki Usmani. Pasukan Usmani
berkembang menurut kehendak alam, belum diorganisasi secara rapi. Oleh sebab
itu, dibentuklah pasukan baru yang personilnya terdiri atas anak-anak Kristen
yang dididik secara khusus dan diarahkan agar mereka masuk Islam. Dari sinilah
terbentuk pasukan elite Usmani yang bernama Janissary atau Inkisyariyah
(tentara baru). Mereka ditempatkan di asrama militer, di Adrianopel dan
Istanbul. Mereka mempunyai disiplin yang cukup tinggi. Di samping itu, Sultan
Orkhan juga membentuk tentara kaum feodal yang disebut tentara Taujiah.
Angkatan laut Kerajaan Turki
Usmani mencapai kejayaan pada abad ke-16 dan berhasil menguasai wilayah
perairan yang menjadi jalur perdagangan penting di Asia, Afrika, dan Eropa.
Pasukan Jenissari dan Inkisyariah
yang dapat mengubah nama negara Utsmani menjadi mesin perang yang paling kuat
dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukan negeri-negeri
non-muslim. Faktor utama yang mendorong kemajuan ini ialah tabiat bangsa Turki
itu sendiri bersifat militer, disiplin, dan patuh terhadap peraturan.
2)
Bidang Ilmu Pengetahuan dan Budaya
Turki Utsmani lebih banyak
memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran, sementara dalam ilmu
pengetahuan mereka tidak begitu kelihatan menonjol. Namun demikian, mereka
banyak berkiprah dalam pembangunan yang indah seperti masjid jami’ Sultan
Muhammad Al-Fatih.
Kebudayaan Turki merupakan
perpaduan antara kebudayaan Persia, Bizantium dan Arab. Dari kebudayaan Persia,
mereka banyak menerima ajaran-ajaran tentang etika dan tata krama dalam
kehdupan istana. Organisasi pemerintahan dan prinsip kemiliteran mereka
dapatkan dari kebudayaan Bizantine. Sedang dari kebudayaan Arab, mereka
mendapatkan ajaran tentang prinsip ekonomi, kemasyarakatan dan ilmu
pengetahuan.
Sebagaimana yang terdapat dalam
istana Sultan-sultan Arab dan Persia, syair merupakan ekspresi utama kesenian
raja. Syair istana didaarkan pada Aruz. Aruz adalah sebuah irama persajakan
dari irama syair Aram, yang secara tegas ditekankan pada peristilahan Arab dan
Persia. Beberapa bentuk kesenian yang utama adalah kesenian yang sebelumnya
telah dikembangkan dalam syair-syair istana Persia, seperti Qasida, Gazal,
Masnawi, dan Ruba’i.
Ilmu pengetahuan kurang begitu
berkembang di kerajaan turki Usmani. Hal itu mengakibatkan tidak banyak
ilmuwan-ilmuwan terkenal yang lahir pada masa itu. Dalam bidang arsitektur,
Kerajaan Turki Usmani meninggalkan bangunan bersejarah, seperti Masjid Jami’
Sultan Muhammad al-Fatih, Masjid Agung
Sulaiman, Masjid Abu Ayyub al-Anshari, dan Masjid Hagia Sophia.
3)
Bidang Keagamaan
Agama dalam tradisi masyarakat
Turki mempunyai peranan besar dalam sosial politik. Masyarakat digolongkan
berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri terikat dengan syari’at sehingga fatwa
ulama menjadi hukum yang berlaku.
Kehidupan keagamaan merupakan
bagian terpenting dalam sitem sosial dan politik Turki Usmani. Pihak penguasa
sangat terikat dengan Syari’at Islam. Ulama mempunyai kedudukan tinggi dalam
kehidupan negara dan masyarakat Usmani.
Mufti sebagai pejabat tinggi Agama, berwenang menyampaikan fatwa resmi
mengenai problematika keagamaan. Tanpa legitimasi mufti, keputusan hukum
kerajaan tidak bisa berjalan.
Pada masa Kerajaan Turki Usmani,
masyarakat digolongkan berdasarkan agama. Kerajaan juga sangat terikat dengan
syariat sehingga fatwa ulama memiliki peran yang penting dalam kehidupan
bernegara. Mufti, sebagai pejabat urusan agama tertinggi, berwenang memberi
fatwa resmi terhadap problem keagamaan yang dihadapi masyarakat.
Agama Islam pada masa itu
berkembang menjadi dua tarekat utama, yaitu Tarekat Bektasyi dan Maulani. Pada
masa ultan Abdul Hamid II, Syekh Husein al-Jisri menulis Kitab al-Husun
al-Hamidiyyah. Artinya, benteng pertahanan Abdul Hamid. Kitab itu oleh Sultan
Hamid II dimaksudkan untuk melestarikan aliran yang dianutnya.
e.
Kemunduran dan
Kehancuran Kerajaan Turki Usmani
Kemunduran dan kehancuran kerajaan Turki Usmani berawal sejak wafatnya
Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1566 M). Sementara pengganti-penggantinya seperti
Salim II (1566-1573 M), Sultan Murad III (1574-1595 M), Sultan Muhammad III
(1595-1603 M), Sultan Ahmad I (1603-1617 M), Mustafa I (1617-1618 M), dan
seterusnya ternyata kurang mampu mempertahankan kejayaan yang pernah dicapai
kerajaan Turki Usmani pada masa-masa sebelumnya
.
·
Karena amat luasnya kekuasaan Turki Usmani, administrasi pemerintahannya amat rumit dan komplek. Sementara dilain
pihak memang pengaturannya tidak ditunjang dengan sumber daya yang berkualitas,
malahan keinginannya terus memperluas daerahnya dengan peperangan terus menerus
sehingga banyak mengorbankan tenaga dan waktu bukan dipakai untuk membangun
negara.
·
Beragamnya penduduk, baik ditinjau dari suku, budaya, bahkan perbedaan
agama menyebabkan pengaturannya pun beragam pula.
·
Karena lemahnya para penguasa sepeninggal Sulaiman Al-Qanuni akibat dari
kepemimpinan para sultan yang lemah sehingga membuat Negara hancur dan melemah.
·
Maraknya budaya 'pungli' dikalangan para pejabat yang ingin naik
jabatan-jabatan penting, sehingga pudarlah moral para penguasa Turki.
·
Akibat pemberontakan tentara Jenissari yang semula pendukung kekuatan
Turki Usmani, sekarang menjadi terbalik menyerang Turki Usmani.
·
Merosotnya perekonomian karena banyaknya peperangan.
·
Akibat terhentinya kegiatan ilmu pengetahuan.
D. MANFAAT SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM ABAD PERTENGAHAN
Beberapa manfaat dari
sejarah perkembangan Islam abad pertengahan diantaranya:
1. Jiwa
dan semangat persatuan serta kesatuan yang dibina oleh tiga kerajaan besar
dapat membangun kerajaan pada zamannya.
2. Kerja
keras dan pantang menyerah yang dilakukan oleh rakyat dan pemimpin pada masa
pertengahan telah membuahkan hasil yang gemilang.
3. Kreativitas
dan ketekunan yang dimiliki para ilmuwan pada masa pertengahan telah melahirkan
berbagai ilmu pengetahuan dan perkembangan kebudayaan.
E. PENGARUH PERKEMBANGAN ISLAM ABAD PERTENGAHAN TERHADAP UMAT ISLAM DI
INDONESIA
Pengaruh perkembangan
Islam abad pertengahan terhadap umat Islam di Indonesia antara lain:
1. Muncul
pemahaman dari metode berpikir tradisional menjadi rasional.
2. Berkembang
pendekatan teologi Asy’ariyah.
3. Muncul
madzab yang sangat besar yaitu Syafi’i, Maliki, Hambali, dan Hanafi.
4. Memberikan
pengaruh positif yang memiliki peradaban bagi masyarakat di Indonesia.
5. Mengembangkan
syiar Islam sehingga nilai-nilai ajaran Islam dapat dianut dan dilaksanakan
masyarakat muslim di Indonesia.
Soal Latihan
1. Kerajaan
Turki Usmani berasal dari bangsa Turki kabila Oxus yang hidup secara nomaden,
artinya..
a. kebiasaanya
berniaga d.
suka bersahabat
b. suka berperang e. bersekutu
dengan bangsa lain
c. suka
berpindah-pindah
2. Setelah
mengalahkan penguasa Seljuk memerangi Byzantium, Usman diangkat menjadi amir
oleh…
a. Sultan
Alauddin d.
Orkhan
b. Jengis Khan e. Sultan Muhammad
c. Artogrol
3. Pada
tahun 1453 M terjadi
penaklukan Kerajaan Byzantium (Konstantinopel) oleh..
a. Murad I d.
Sultan Muhammad II
b. Sultan Orkhan e. Salim
I
c. Sulaiman I
4. Kemajuaan
dibidang Militer yang dicapai oleh Turki Usmani yakni membentuk Janissary dan
Taujiah oleh….
a. Murad I d.
Sultan Muhammad II
b. Sultan Orkhan
e. Salim I
c. Sulaiman I
5. Pada
masa pemerintahan Turki Usmaniberkembang dua tarekat, yaitu..
a. tarekat
Naqsyabandiyah d.
Isna Asy’ariah
b. tarekat Safawiah e.
Khawarijn dan Syi’ah
c. tarekat
Bektasyi dan Maulawi
6. Kerajaan
Safawi didirikan oleh Ismail Safawi di…
a. Tabriz d.
Andalusia
b. Turkistan e. Damaskus
c. Persia
7. Tanggal
12 Oktober 1722 M merupakan keruntuhan kerajaan …
a. Turki Usmani d.
Umayyah II
b. Safawi e. Abbasiyah
c. Mugal
8. Pada
masa Dinasti Safawi, saat Ismail berkuasa, Syi’ah dijadikan sebagai mazhab…
a. resmi
negara d.
rakyat jelata
b. tak berkembang e.
yang dilarang negara
c. para raja
9. Republik
Islam Iran yang bermazhab Syi’ah merupakan perluasan dari kerajaan..
a. Turki Usmani d.
Umayyah
b. Safawi e.
Abbasiyah
c. Mugal
10. Berikut
ini yang merupak Filsuf pada masa Kerajaan Safawi adalah…
a. al-Farabi d.
Bahauddin asy-Syirazi
b. al-Kindi e.
Sadaruddin asy-Syirazi
c. al-Ghazali
11. Keturunan
Timur Len kdan Jengis Khan yang berhasil mendirikan Kerajaan Mugal adalah…
a.
Humayun d.
Zahir ed Din
b.
Sultan Akbar Syah e.
Syah Jehan
c.
Jahangir
12. Akhir
perkembangan Islamdi Mugal ditandai dengan jatuh nya kepemimpinan Aurangzeb ke
tangan bangsa…
a. Inggris d.
Jepang
b. Portugis e.
Romawi
c. Belanda
13. Bukti kemajuan yang
dicapai kerajaan Mugal di bidang keAgamaan adalah terbitnya buku Humayun
Namah yang ditulis oleh…
a. Jahan Ara Begum d. Mullah Daud
b. Gulbadan Begum e.
Zaibun Nisa’
c. Badayuni
14. Berikut
ini yang merupakan bukti peninggalan kerajaan Mugal adalah…
a. Jembatan Sungai
Guadalquivir d. Kota
az-Zahra
b. Masjid Sidi Ukbah e. Taj
Mahal
c. Madinatuz Zahra
15. Pakistan
dan Banglades yang penduduknya mayoritas beragama Islam merupakan bukti
perkembangan dari kerajaan…
a. Turki Usmani d.
Seljuk
b. Safawi e.
Fatimiyah
c. Mugal
***
Jawaban yang bercetak tebal & bergaris bawah
Sumber :
Murodi, H.Drs. 2012, Sejarah Kebudayaan Islam. PT.
Karya Toha Putra. Semarang.
Wahid, N.Abbas. dkk. 2013. Khasanah Kebudayaan Islam.
PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Solo
http://www.cangcut.net/2013/03/kemunduran-kerajaan-turki-usmani.html
Casino Review - Harrah's Philadelphia - JTM Hub
BalasHapusThe room is just enough of 영주 출장샵 a comfortable room, with 삼척 출장안마 two great dining options. Casino has a large 당진 출장샵 number of rooms and a casino, plus a large number Rating: 2.9 원주 출장안마 · Review by JT 사천 출장안마 Hub