Selasa, 20 Januari 2015

Makalah Sejarah Kebudayaan Islam SMA Kelas XII



BAB IV
ISLAM PADA MASA PERTENGAHAN


A.              KEMUNDURAN DINASTI BANI ABBASIYAH

Dinasti Abbasiyah berlangsung cukup lama, mulai dari tahun 132-656 H/750-1258 M. Masa yang begitu lama tidak selalu membuat kerajaan tersebut berada di atas angin. Dinasti Bani Abbasiyah mengalami pasang surut. Keadaan ini terus menyelimuti kekuasaan dinasti Bani Abbasiiyah hingga pada akhirnya kerajaan ini mengalami kemunduran dan kehancura pada tahun 1258 M, akibat serangan bruntal yang dilakukan oleh tentara Hulagu Khan. Terdapat beberapa faktor penyebab kemunduran dan kehancuran dinasti Bani Abbasiyah. Berikut faktor-faktor tersebut :

1.  Disintegrasi Politik

Disintegrasi politik ini sebenarnya bukan hanya terjadi di dalam pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah, juga terjadi pada dinasti Bani Umayyah, dan kerajaan-kerajaan Islam lainnya. Hal ini disebabkan antara lain, karena pada masa-masa akhir kekuasaan dinasti Bani Abbasiyah para khalifahnya tidak memiliki kekuatan dan hanya simbol kekuasaan saja. Hal itu diperparah dengan banyaknya daerah yang mencoba melepaskan diri dari pusat kekuasaan di Bagdad. Dalam kata lain, disintegrasi politik dan kekuasaan pemerintahan Bani  Abbasiyah muncul dalam beberapa bentuk.

a.       Pemberontakan
Berdasarkan data dari perjalanan sejarah panjang pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah, hampir semua khalifah pernah mengalami masa-masa pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok yang tidak menyukai kepemimpinan khalifah-khalifah tersebut. Di antara pemberontakan yang sempat menimbulkan kegoncangan sosial politik adalah sebagai berikut :

1)      Pemberontakan Kaum Zanj
Pemberontakan Kaum Zanj ini berjalan cukup lama, mulai dari tahun 870-883 M. Ini artinya, hampir separuh masa awal pemerintahan Khalifah al-Mu’tamid (256-279 H/ 870/892 M), dihabiskan untuk mengatasi pemberontakan Kaum Zanj ini baru dapat diatasi dan ditumpas secara tuntas pada masa pemerintahan Khalifah al-Muwaffaq pada tahun 893 M.

2)      Gerakan Kelompok Qaramithah
Gerakan ini dilakukan untuk menentang kekuasaan Khalifah al-Mu’tamid (256-279 H/870-892M). Pada tahun 899 M, Kaum Qaramithah berhasil mendirikan sebuah wilayah merdeka di Teluk Persia. Wilayah ini kemmudian dijadikan sebagai basis kegiatan mereka untuk menentang kekuasaan Bani Abbas. Sekitar  tahun 902 M, pemberontakan yang dipimpin oleh Abul Fawaris berhasil memasuki wilayah Syiria dalam Palestina. Tetapi gerakan mereka terhenti ketika ingin melakukan penjarahan ke wilayah Kufah pada tahun yang sama. Abul fawaris, pimpinan pemberontak ini berhasil ditawan dan kemudian dihukum mati.
Meskipun gerakan kelompok ini tidak meluas ke berbagai wilayah kekuasaan Islam, tapi pengaruhnya cukup terasa di dalam pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah. Karena sedikit banyak pengaruhi jalannya pemerintahan dan perekonomian negara itu. Paling tidak gerakan Qaramithah dapat memperlemah sistem pemerintahan dan perpolitikan dalam negeri.

3)      Gerakan Kelompok Assasins
Dalam beberapa hal, gerakan kelompok Assasins ini dapat dikategorikan sebagai kelompok sparatis atau sempalan yang melanjutkan tujuan dari gerakan Qaramithah. Karena kelompok ini secara ideologi beraliran Syi’ah, sama seperti Qaramithah. Kelompok gerakan ini dipimpin oleh Hasan bin Sabah (w.1124 M). Basis gerakan ini berada di kota Alamut, suatu tempat yang terletak di sebelah Selatan Laut Kaspia. Kelompok ini melancarkan gerakan karena mereka kecewa dengan jalannya pemerintahan Bagdad, karena tampuk pemerintahan sudah tidak lagi dipegang oleh orang-orang yang layak menjadi pemimpin.
Sama halnya dengan kelompok pemberontak lain, pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok Assasins ini membawa dampak yang kurang baik bagi jalannya pemerintahan Islam kala itu. Dalam perkembangan selanjutnya, pemberontakan ini berujung pada lemahnya sistem pemerintahan dan menciptakan situasi dan kondisi sosial politik tang tidak stabil. Kondisi ini lama-kelamaan memperlemah pemerintahan dinasti Bani Abbasiyyah.

b.      Perebutan Kekuasaan
Sejak masa-masa awal pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah, terlihat ada indikasi adanya perebutan kekuasaaan di dalam keluarga khalifah. Di antara penyebabnya adalah kurang tegasnya para khalifah dalam menentukan putra mahkota. Contoh yang dapat dipelajari dari kenyataan ini adalah peristiwa perebutan kekuasaan antara al-Amin dengan al-Makmun. Masing-masing memiliki kelompok pendukung fanatik. Al-Amin, yang beribukan oran Arab bernama Zubaidah, mendapat dukungan kuat dari kelompok masyarakat Arab. Sementara al-Makmun, yang beribukan orang Persia bernama Marajil, memiliki pendukung kuat dari kelompok masyarakat Persia.
Perebutan kekuasaan itubsemakin tampak jelas ketikan al-Amin memecat al-Makmun dari jabatannya sebagai gubernur di Khurasan. Posisinya sebagai putra mahkota yang akan menggantikan kedudukannya kelak, digantikan oleh putra al-Amin  yang masih kecil. Pemecatan dan penangkatan putra mahkota ini menimbulkan amarah al-Makmun.
Peristiwa serupa juga terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Al-Muntashir dan al-Mu’taz. Kedua orang ini adalah putra kandung Khalifah al-Mutawakil. Al-Muntashir kecewa dengan kebijakan ayahnya yang lebih menyayangi dan mengutamakan al-Mu’taz, adik al-Muntashir. Terlebih ketika al-Mutawakil memberikan prioritas kepada al-Mu’taz untuk kedudukan khalifah daripada al-Muntashir. Kebijakan ini membuat marah Al-Muntashir marah dan melakukan perbuatan makar dengan membunuh ayahnya lewat tangan al-Fath bin Kalqan, orang Turki. Setelah itu Al-Muntashir berkuasa lebih kurang 6 bulan (247-248 H/ 861-862 M).
Bagaimanapun, perebutan kekuasaan dalam istana membawa dampak yang negatif bagi pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah. Pada akhirnya juga memperlemah da menghancurkan kekuasaan Bani Abbas.

c.       Kedudukan Khalifah yang Lemah
Wibawa khalifah Bani Abbas memudar sejak masa al-Watsiq, al-Mutawakil dan sesudahnya. Tidak ada seorangpun diantara mereka yang mempunyai kemampuan cukup untuk memimpin kerajaan. Mereka hanya menjadi boneka kekuasaan para wazir dan para menteri yang korup dan ambisius. Kelemahan dan ketidakmampuan mereka dimanfaatkan oleh para pejabat gubernur diberbagai propinsi untuk melepaskan diri dari pemerintahan pusat. Sebagai contoh peninggalan Al-Mutashir orang-orang Turki mengangkat al-Musta’in sebagai khalifah, mestinya ia memiliki kekuasaan penuh. Tapi nyatanya, ia banyak diatur oleh orang-orang Turki yang pernah mengangkatnya dan tidak diizinkan untuk menjalankan roda pemerintahan.
Kenyataan ini merupakan gambaran dari peta politik kekuasaan pada masa-masa akhir pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah. Para khalifa tidak lagi memiliki kekuatan hukum dan politik untuk menentukan jalannya pemerintahan. Hal itu terjadi karena mereka hanya sebagai simbol kekuasaan dan bertindak hanya sebagai pejabat negara, bukan pejabat pemerintahan. Kenyataan ini sekali lagi menunjukkan kelemahan-kelemahan para khalifah Bani Abbas. Kelemahan ini tidak hanya membawa dampak citra buruk bagi pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah, juga membawa dampak pada melemahnya sistem dan struktur pemerintahan. Pada akhirnya juga kan membawa pada kehancuran pemerintaha dinasti Bani Abbasiyah.

d.      Munculnya Kerajaan-kerajaan kecil di Barat dan di Timur Bagdad
Luasnya kekuasaan Islam pada masa pemerintaha dinasti Bani Abbasiyah, menyebabkan pemerintah tidak dapat melakukan kontrol dengan baik terhadp wilayah-wilayah tersebut. Peluang ini dimanfaatkan oleh para penguasa daerah yang jauh dari pusat pemerintahn untuk melepaskan dan menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Di antara kerajaan-kerajaan kecil yang dapat melepas diri adalah dinasti Bani Buwaihiyah (945-1055 M), dinasti Bani Salajiqah (1037-1157 M). Sementara dinasti Bani Fathimiyah yang didirikan di Turnisia pada tahun 297-323 H/909-934 M oleh al-Mahdi. Dinasti ini berkuasa cukup lama, hingga akhirnya dihancurkan oleh Shalahudin al-Ayyubi.
Selain itu, terdapat banyak daerah yang berusaha memisahkan diri dari pemerintahan pusat Bagdad. Di antara yang sempat mendirikan kerajaan kecil adalah dinasti Idrisiyah yang didirikan oleh Idris bin Abdullah (172-311 H/ 788-932 M), dinasti Aghlabiyah didirikan oleh Ibrahim bin Aghlab (184-296 H/ 800-909 M), dinasti Thuluniyah, didirikan oleh Ahmad bin Thulun (254-292 H/ 868-905 M), dinasti Ikhsyidiyah, didirikan oleh Muhammad bin Tughj (323-358 H/ 935-969 M), dinasti Hamdaniyah, didirikan oleh Hamdan bin Hamdan (293-394 H/ 905-1004 M), dinasti Thabiriyah, didirikan oleh Thabir bin Husein (205-290 H/ 867-903 M), dinasti Samaniyah, didirikan oleh Sama Khuda (261-389 H/ 874-999 M).
Kemunculan kerajaan-kerajaan kecil ini, sedikit banyak memperlemah kekuasaan dan wibawa dinasti Bani Abbas. Sebab, paling tidak pemasukan dan pengaruh para khalifah Bani Abbas berkurang. Lama-kelamaan, akan membawa kelemahan, kemunduran dan kemudian kehancuran dinasti Bani Abbasiyah.

2.   Krisis Ekonomi

Faktor kedua yang menjadi penyebab terjaadinya kemunduran dan kehancuran dinasti Bani Abbasiyah adalah krisis ekonomi. Krisi ekonomi ini merupakan akibat langsung dari krisis politik yang terjadi pada masa itu. Sebab, pergolokan dan pemberontakan yang terjadi di beberapa daerah menyebabkan banyak pendapatan negara yang terhambat masuk. Terhambatnya pemasukan kas negara dari berbagai pajak ini disebabkan banyak kelompok yang enggan membayar, bahkan ada beberapa wilayah yang dengan terang-terangan menyatakan merdeka dan tidak lagi terikat dengan pemerintahan pusat di Bagdad. Di antara wilayah yang menolak dan mennyatakan merdeka dari Bagdad adalah Tunisia dan kemudian Mesir ketika berada di bawah kekuasaan dinasti Fathimiyah.
Selain itu, krisis ekonomi ini juga disebabkan oleh membengkaknya jumlah pengeluaran negara yang dipergunakan untuk kepentingan kelompok istana. Semua pengeluaran diambil dari kas yang ada di baitul mal, sehingga jumlah uang yang ada pada kas tersebut terus berkurang. Dalam perkembangan selanjutnya, ketika tidak ada lagi pemasukan dari kharraj (pajak bumi) dan jizyah (pajak berkepala/jiwa), yang dipungut dari masyarakat, negara benar-benar mengalami krisis ekonomi yang sangat parah.
Karena berimplikasi pada perekonomian negara. Lebih menyedihkan lagi, ketika negara tengah mengalami krisis ekonomi seperti itu, para penguasa dengan seenaknya memakan uang negara untuk kepentingan diri dan kelompok masing-masing. Kondisi seperti ini terus berlangsung sejak masa-masa kemunduran dinasti Bani Abbasiyah hingga menjelang kehancurannya pada paruh pertama abad ke-13 M.

3.     Ketergantungan pada Tentara Bayaran
Faktor yang tak pentingnya adalah sifat ketergantungan yang sangat tinggi kepada tentara bayaran. Sifat ketergantungan ini disebabkan antara lain oleh semakin canggihnya teknologi perang, sehingga para khalifah tidak lagi banyak bergantung pada kekuatan milisi. Para penguasa dinasti Bani Abbasiyah ini mulai melirik kepada kekuatan baru dalam upaya mempertahankan dan menjaga keamanan pribadi dan keluarga mereka. Mereka meninginkan adanya pengawal yang loyal, tegas dan berani menjalankan perintah atasan.
Ketergantungan ini dimanfaatkan oleh para tentara bayaran yang kebanyakan beraal dari daerah Turki. Dengan kemampuan dan kelebihan yang mereka miliki, mereka dapat melakukan tawar-menawar dalam masah tugas dan hak yang akan mereka peroleh. Biasanya para khalifah atau penguasa lokal tidak banyak pilihan, kecuali menerima tawaran mereka. Sebab secara fisik, mereka memiliki tubuh lebih besar dan sudah terbiasa dengan berbagai pertempuran.
Oleh karena itu, pada masa-masa akhir dinaasti Bani Abbasiyah , benyak penguasa lokal yang memiliki tentara bayaran yang sangat loyal kepada atasannya. Perkembangan ini ternyata membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi para khalifah Abbasiyah. Sebab banyak daerah yang memiliki tentara sendiri berusaha menentang kebijakan dan melakukan perlawanan.
Ketergantungan para khalifah dinasti Bani Abbasiyah terhadap tentara bayaran akan sangat merugikan kelangsungan para khalifah dan kekuasaannya. Sebab para tentara bayaran itu hanya akan mau menjalankan tugas bila mendapat bayaran yang besar dari atasannya. Bila khalifah tidak mau merikan bayaran yang mereka tawarkan, maka mereka akan mengancam keselamatan khalifah dan keluarganya.
Situasi dan kondisi seperti ini lama-kelamaan memperlemah struktur sosial politik dan militer yang telah dibangun pemerintahan Abbasiyah. Dalam catatan sejarah, ternyata para penguasa dinasti Bani Abbasiyah hancur karena begitu kuatnya ketergantungan mereka terhadap tentara bayaran ini.

B.    KERUNTUHAN DAN KEHANCURAN DINASTI BANI ABBASIYAH

Setelah mengalami perjalanan panjang dan melelahkan, akhirnyadinasti Bani Abbasiyah mengalami masa keruntuhan dan kehancuran. Padahal dinasti ini berkuasa cukup lama (132-656 H/ 750-1258 M) hampir 6 abad. Tetapi akibat manajemen pemerintahan yang tidak baik ditambah banyaknya pemberontakan dan krisis ekonomi berkepanjangan, dinasti ini harus mengalami nasib pahit dihancurkan oleh tentara Hulaghu Khan pada tahun 1258 M.
Jatuhnya kota Bagdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol, bukan saja mengakhiri khalifah Abbasiyah, juga merupakan awal dari kemunduran politik dan dan kehancuran peradaban Islam. Sebab, kota Bagdad yang merupakan simbol peradaban dunia ketika itu dan pusat pengembangan ilmu pengetahuan Islam, luluh lantah di tangan kelompok masyarakat peradaban rendah itu. Pusat-pusat peradaban dan peninggalan Islam dibumihanguskan tentara Hulaghu Khan. Tidak hanya itu, masyarakat muslim juga menjadi sasaran biadab tentara Mongol. Mereka yang selamat berusaha melarikan diri dan menghindari kota Bagdad. Para ilmuwan atau ulama banyak yang melarikan diri ke kota-kota lain, seperti Isfahan, Khurasan, dan sebagainya.
Kehancuran kota Bagdad sebenarnya tidak sedahsyat itu, bila tidak ada pengkhianat dari dalam. Diceritakan bahwa pada situasi krisis seperti itu, seorang perdana menteri khalifah bernama  Muayyaduddin bin al-Alqami, seorang penganut Syi’ah, mengambil kesempatan dengan menipu khalifah al-Musta’shim.
Menurut versi al-Qami, untuk menyelesaikan persoalan itu, ia telah mengadakan perjanjian dengan Hulaghu Khan. Hasilnya, Hulaghu akan menikahkan putrinya dengan putra al-Musta’shim bernama Abu Bakar. Dengan demikian, keselamatan khalifah akan terjamin. Hanya saja, khalifah harus tunduk berada dibawah kekuasaan Hulaghu Khan.
Akhirnya khalifah al-Musta’shim setuju untuk menikahkan putranya dengan putri Hulaghu Khan. Untuk kepentingan itu, disusunlah rencana pertemuaan antara kedua belah pihak. Al-Qami keluar dengan membawa barang berharga berupa mutiara, permata, dan hadiah lainnya untuk diserahkan kepada Hulaghu Khan. Hadiah-hadiah tersebut diambil Hulaghun Khan, tetapi dibagikan kepada para panglima perangnya.
Karena tidak terjadi sesuatu yang membahayakan seperti mereka khawatirkan, akhirnya Khalifah al-Musta’shim pergi diiringi oleh para pembesar istana dan fuqaha dan tokoh lainnya, untuk bertemu Hulaghu Khan. Tetapi kedatangan khalifah dan orang-orang kepercayaannya, disambut dengan kekuatan pedang oleh Hulaghu Khan dan tentaranya. Khalifah dan para pengikutnya, termasuk wazir al-Qami, tewas dibantai saat itu. Peristiwa ini terjadi pada tahun 656 H/ 1258 M.
Hancurnya kota Bagdad dan tewasnya Khalifah al-Musta’shim, mengakhiri kekuasaan dinasti Bani Abbasiyah. Dinasti ini yang semula sangat kuat, secara perlahan melemah dan akhirnya mengalami masa kehancuran di tangan orang yang tidak memiliki peradaban. Hulaghu Khan dan tentaranya melakukan pembantaian secara biadab terhadap umat Islam dan masyarakat kota Bagdad pada umumnya. Masa ini dalam sejarah Islam dikenal dengan zaman keterpurukan umat Islam dan kehancuran peradaban Islam.
Meskipun pada periode ini dikenal dengan zaman kemunduran, khususnya peradaban Islam yang dikembangkan oleh Bani Abbas, ternyata di beberapa wilayah, seperti Persia, India, dan Turki, terdapat perkembangan peradaban Islam ini dapat dilihat dari berbagai usaha yang dilakukan oleh para penguasa dinasti Safawiyah di Persia, dinasti Mughal di India, dan dinasti Usmaniyah di Turki. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai perkembangan peradaban Islam di masa ketiga kerajaan tersebut, berikut uraiannya.

C.  MASA TIGA KERAJAAN BESAR

Jatuhnya kota Bagdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol, tidak saja mengakhiri khalifah Abbasiyah, juga sekaligus mengawali masa kemunduran politik Islam secara drastis, terutama di beberapa daerah kekuasaan Abbasiyah. Politik kekuasaan Islam terpecah menjadi beberapa kerajaan kecil, seperti dinasti Ilkhan, dinasti Timuriyah, dinasti Mamalik. Situasi ini baru berubah setelah terbentuknya tiga kerajaan besar, yaitu kerajaan Safawi di Persia, Mughal di India, dan Usmani di Turki.

1.      Kerajaan Safawi
Kerajaan Safawi adalah kerajaan Islam pertama di Persia (Iran). Kerajaan Safawi merupakan salah satu dari tiga kerajaan besar Islam pada abad pertengahan, yaitu Usamani di Turki dan Mugal di India.

a.      Sejarah Berdirinya Kerajaan Safawi
Kerajaan safawi didirikan Syah Ismail Safawi (907 H/1501M) di Tabriz, Nama Safawi dinisbatkan pada Tarekat Safawiah yang didirikan oleh Syekh Safiuddin Ardabeli (650 H/1252 M-735H/1334 M) dari Ardabil di Azerbaijan. Dalam perkembangannya cenderung beralih dari lembaga tasawuf menjadi aliran agama yang condong pada gerakan politik dan kekuasaan.
Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat bernama Safawiyah yang kemudian berubah menjadi sebuah gerakan politik. Gerakan tarekat ini dipimpin oleh Syekh Safiuddin Ishaq dari keturunan Imam Syiah yang ketujuh bernama Musa Al-Ka’zim. Gerakan takekat ini militn, sehingga pada akhirnya memasuki wilayah politik dan pemerintahan.

b.      Perkembangan Kerajaaan Safawi
Ismail melakukan serangan-serangan ke Azerbain untuk memerangi Khan Aga Kiyunli, Tibriz, Syirat, Astrabad, Yazd, Furat, dan Irak. Semua negri yang dimasukinya dapat ditaklukkan dengan mudah. Dikuasai irak merupakan langkah strategis karena negri itu terdapat Najaf dan Karbala. Kedua tempat itu merupakan tempat yang sangat penting bagi orang-orang Syi’ah. Di Najaf, terdapat kuburan Ali. Di Karbala, terdapat kuburan Husain. Putra bin Abi Talib.
Dipuncak kemegahan dan kemasyurannya, Ismail Berziarah ke Ardabil, tempat kuburan nenek moyangnya. Ditempat itulah, ia meninggal dalam usia 38 tahun (1524 M) dan dikuburkan. Kedudukannya digantikan oleh putranya, Tahmasp yang baru yang berusia 10 tahun. Ia menduduki takhta nya selama 52 tahun. Selama masa pemerintahan nya, tidak banyak yang dapat dihasilkan untuk kemajuan bangsanya, tapi lebih banyak digunakan untuk berperang. Hal itu disebabkan banyaknya konflik, baik di internal kerajaan maupun dari luar. Ia meninggal pada 14 Mei 1576 M. 
Kerajaan Safawi mencapai puncak kejayaannya pada masa kepemimpinan Syah Abbas I (1588-1629 M). Pada masa ini kerajaan Safawi bukan hanya mampu meredam konflik internal di dlam negeri dan merebut wilayah yang melepaskan diri, tetapi juga mampu melebarkan wilayahnya sampai ke Tabriz, Sirwan, dan Kepulauan Harmuz, bahkan melebar ke pelabuhan Bandar Abbas.
Untuk mewujudkan stabilitas politik, Syah Abbas I berusaha melepaskan diri dari ketergantungan terhadap dukungan kekuatan militer Qizilbasy. Sebagai gantinya, ia membentuk kekuatan militer yang terdiri atas budak Kaukasus dan Georgia.  Strategi ini telah menunjukkan hasilnya sehingga pada tahun 1598 mengusir kekuatan Uzbek di Khirazan.
Kekuatan afawiyah bangkit kembali dalam kepemimpinan Ismail. Ia selama lima tahun mempersiapkan kekuatan dengan membentuk pasukan Qizilbash (pasukan baret merah) yang bermarkas di Gilan. Pada tahun 1501 m pasukan Qizilbash berhasil mengalahkan Ak-Koyunlu dalam peperangan di dekat Nakhcivan dan berhasil menaklukkan Tibriz, pusat kekuasaan Ak-Koyunlu. Di kota Isma’il memproklamirkan diri sebagai raja pertamanya.
Kemenangan tersebut membuat Isma’il berambisi untuk mengusai daerah-daerah lain, sehingga kekuatan Safawiyah harus berhadapan dengan kekuatan Turki Usmani di Chaldiran pada tahun 1415 M. Pasukan Sultan Salim lebih unggul dan berhasil menguasai kota Tibriz. Keadaan Safawiyah terselamatkan dengan kepulangan Sultan Salim ke negerinya, karena di Turki sedang terjadi perpecahan di tubuh militer.
Kerajaan Safawi kembali menunjukkan kejayaannya pada masa Abbas II yang menggantikan Syah Safi. Ia berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang telah dikuasai oleh bangsa lain. Kejayaan inii pun tidak bisa dipertahankan oleh penerus-penerusnya. Akhirnya, pada tanggal 17 Oktober 1722 M, Husin Syah, penguasa kerajaan saat itu tertawan dan menyerahkan mahkota kerajaan Iran kepada Mmir mahmud Khan. Dengan demikian, tamatlah riwayat kerajaan safawi.

c.       Pengaruh Kerajaan Safawi terhadap Perkembangan Islam
Perkembangan Islam umumnya sesuai dengan perluasan wilayah yang dilakukan oleh rajanya, disampng kemajuan yang diusahakan, baik dibidang kemajuan ilmu pengetahuan, budaya, dan sebagainya. Dari beberapa raja yang berkuasa pada masa Dinasti Safawi yang menonjol adalah Ismail dan Abbas.
Pada masa Ismail yang dikenal ssebagai pendiri kerajaan ini, perluasan wilayah terus dilakukan. Wilayah-wilayah perluasan yang kemudian dikuasai penuh adalah Gergia yang penduduknya beragama Nasrani, Baku, Astrabad, dan Yazd. Ismail ini seorang raja yang Fanatik terhadap Syi’ah sehingga mazhab Syi’ah dijadikan sebagai mazhab resmi negara.
Pada masa Abbas I, pengaruhnya terhadap perkembangan Islam adalah kemampuannya menaklukkan negeri Kaukasus, Balkh, dan Merv di samping mampu merampas Pulau Hormuz yang telah lama dikuasai bangsa Portugis. Bahkan, bangsa Portugis dan Inggris dapat diusir dari pulau itu. Abbas berbeda dengan Pamannya, Ismail yng fanatik terhadap Syi’ah. Ia sangat toleran terhadap mazhab yang ada, termasuk mazhab Sunni. Paham Syi’ah tidak lagi menjadi paksaan. Tidak hanya perluasan wilayah, tetapi perkembangan kebudayaan dan berpikir sangat diperhatikan. Misalnya, pembangunan istana yang indah, masjid-masjid yang permai, seni lukis, pahat, serta pengembangan di bidang keilmuan Islam, misalnya ilmu fikih dan filsafat.
Itulah beberapa pengaruh Kerajaan Safawi terhadap perkembangan Islam yang dalam sejarah Islam terasa kurang menonjol. Namun, keturunan mereka dapat kita saksikan sekarang ini, yaitu dengan berdirinya Republik Islam Iran yang juga bermazhab Syi’ah hasil dari sebuah revolusi pada tahun 1979. Pengaruh revolusi Iran terhadap negeri-negeri Islam yang lain cukup menonjol.

d.      Kemajuan yang Dicapai Kerajaan Safawi
a)      Bidang Ekonomi
Kemajuan di bidang ekonomi ini sangat menonjol, terutama pada ektor perdagangan dan pertanian. Hal itu terjadi karena dikuasainya Bandar Abbas, jalur perdagangan dari Eropa ke Asia menjadi milik Kerajaan Safawi. Dari sektor pertanian, Kerajaan Safawi mengalami kemajuan, terutama di daerah Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent).
Pemusatan kekuatan politik dapat dipisahkan dari dukungan sistem ekonomi yang dikendalikan langsug oleh kekuasaanpusat. Untuk kepentingan itu, Syah Abbas I melakukan pemusatan sistem pertanian, yaitu dengan upaya memperbanyak pengalihan tanah negara menjadi tanah raja.
Situasi dalam negeri yang terkendali membuat masyarakat Safawi menjadi tenang dan giat berusaha, sehingga pertumbuhan eknominya semakin baik. Dengan adanya pelabuhan Bandar Abbas, perdagangan antara imur dan barat semakin ramai sehingga sektor perdagangan semakin maju. 
b)        Bidang Ilmu Pengetahuan
Untuk lebih memperlancar sosialisasi dan memapankan ajaran Syi’ah, Syah Abbas I mendirikan lembaga pendidikan Syi’ah, yaitu sekolah teologi. Perolehan negara dari sektor pertanian yang terus bertambah telah memungkinkan Syah Abbas I mampu membangun dan membiayai penerapan sistem pendidikan Syi’ah.
Pada masa ini juga banyak melahirkan ilmuwan dalam berbagai disiplin ilmu sehingga dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan, misalnya Bahauddin Muhammad bin Husain al-Amili Al-Juba’i, Muhammad Baqir Astarabadi, Sadrudin Muhammad bin Ibrahim Syirazi (Mulla Shadra), dan Muhammad Baqir Majlisi.
c)      Bidang Pembangunan Fisik dan Seni
Para penguasa Kerajaan Safawi telah berhasil menjadikan Isfahan sebagai Kota yang Indah. Di sana dibangun beberapa bangunan bersejarah, antara lain jembatan raksasa di Zende Rud; Istana Chihil Sutun; Masjid Shah, dibangun pada tahun 1611 M; Masjid Syekh luft Allah, dibangun pada tahun 1603 M.
Unsur seni lainnya dapat dilihat dalam bentuk kerajinan tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian, dan tenunan. Pada tahun 1522 M, Ismail I mebawa seorang pelukis terkenal bernama Bizhad ke istananya.
Kemajuan seni Arsitektur ditandai dengan berdirinya sejumlah bangunan megah yang memperindah ibu kota kerajaan ini. Kota Isfahan turut memperindah dengan kebun wisata yang sangat indah. Ketika Abbas I meninggal, di isfahan terdapat sejumlah 162 masjid, 48 perguruan, 1802 penginapan, dan 273 tempat pemandian umum.

e.       Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi
Sepetinggalan Abbas I pada tahun 1628 M, kerajaan Safawi mengalami kemunduran yang secara beransur-angsur, dan kemudian hancur. Hal ini terjadi karena sejumlah raja yang berkuasa setelah Abbas I merupakan penguasa lemah, sehingga tidak mampu mempertahankan masa kejayaan kerajaan Safawi. Safi Mirza, cucu sekaligus pengganti Abbas I, berperangai buruk dan tega berbuat kejam terhadap pembesar kerajaan, sekalipun karena alasan yang remeh. Sejak masa ini, beberapa wilayah Safawi lepas. Misalnya, wilayah Kandahar dirampas oleh kerajaan Mughal, Delhi. Kemudian Ervan, Tibriz, dan Bagdad direbut oleh pasukan Usmani antara tahun 1635 M.
Ada sejumlah faktor penyebab kemunduran kerajaan ini, selain faktor ketidakcakapan sejumlah raja setelah Abbas I, hingga pada akhirnya membawa kepada kehancurannya. Di antaranya adalah pertama; konfllik militer yang berkepanjangan dengan kerajaan Usmani. Berdirinya kerajaan Safawi yang beraliran Syi’ah dipandang oleh kerajaan Usmani sebagai kekuatan yang mengancam kekuasaannya.
Kedua, pasukan budak yang dibentuk oleh Abbas I tidak memiliki semangat perjuangan yang tinggi, seperti yang dimiliki Qizilbash. Hal ini disebabkan karena mereka tidak memiliki ketahanan mental yang kuat, karena tidak dipersiapkan secara terlatih dan tidak memiliki bekal rohani. Pada masa belakangan pasukan Qizilbash tidak memiliki militansi, dan semngat mereka telah luntur, tidak sebagaimana Qizilbash generasi awal. Kemorosotan aspek kemiliteran ini sangat besar pengaruhnya terhadap hilangnya kekuatan dinasti Safawi.

2.        Kerajaan Mugal
Mugal adalah kerajaan Islam yang pernah berkuasa di India dari abad ke-16 hingga abad ke-19. Kerajaan ini lahir bersamaan dengan Kerajaan Turki Usmani di Asia Tengah dan Safawi di Persia. Ketiganya menjadi negara adikuasa pada masanya. Mugal berperan besar bagi pengembangan agama Islam di India.

a.         Sejarah Berdirinya Kerajaan Islam Mugal di India
Kerajaan Islam Mugal di India ini didirikan oleh Zahir ed Din yang kemudian dikenal dengan nama Babur yang berarti si macan. Ia adalah putra Syekh Umar, turunan langsung Miransyah putra ketiga dari Timur Lenk. Ibunya seorang putri dari keturunan langsung Jekutai, putra Jengis Khan. Jadi, Babur merupakan keturunan langsung Timur Lenk dan Jengis Khan.
Babur dapat berkuasa di India setelah terlebih dahulu menguasai Afganistan, Kabul, Kandahar, dan Punjab. Setelah mampu menguasai seluruh India pada tahun 1530 M, Babur meninggal dunia. Kerajaan diteruskan berturut-turut oleh Humayun, Sultan Akbar Syah, Jahangir, Syah Jehan, dan Aurangzeb. Setelah kepemimpinan Aurangzeb, tidak ada lagi pemimpin Kerajaan yang cakap dan India telah menjadi negeri jajahan Inggris.

b.      Perkembangan Kerajaan Mugal
Babur naik tahkta tahun 1500 menggantikan ayah nya. Sebagaimana nenek moyangnya, ia pun suka melakukan ekspansi keberbagai wilayah. Ia ingin menguasai seluruh wilayah Asia Tengah. Namun, usahanya belum berhasil. Bahkan, tahun 1504, ia kehilangan wilayah Fergana.
            Berkat bantuan Ismail  I (penguasa Safawi), Babur dapat menguasai Kabul. Kemenangan itu membuatnya makin meluaskan kekuasaannya hingga ke Delhi. Pada tahun  1526, Babur mampu mengalahkan Ibrahim Lody, penguasa Delhi. Ia pun memproklamasikan diri sebagai maharaja di India.
Setelah Babur meninggal, kekuasaan Mugal mulai melemah. Humayun sebagai penerus nya tidak mampu menahan serangan dari Sher Shah, Penguasa etnik Afgan. Ia pun melarikan diri ke Persia sebagai pengungsi. Dengan bantuan Syah Tahmasp I, penguasa Safawi, Humayun berhasil merebut kembali Delhi.
Setahun kemudian, Humayun meninggal (26 januari 1556) dan digantikan Akbar I. Ia memegang tampuk kekuasaan sangat lama (1556-1603). Pada masanya, kerajaan Mugal mencapai puncak kejayaanya. Seluruh wilayah yang terlepas pada masa Humayun dapat direbut kembali. Kejayaan ini terus berlangsung hingga tiga sultan berikutnya, yaitu Jahangir (1605-1627), Syah Jehan (1627-1658), dan Aurangzep (1658-1707). Setelah kepemimpinan Aurangzep, tidak ada lagi pemimpin kerajaan yang cakap dan India telah menjadi negeri jajahan Inggris.

c.       Pengaruh Kerajaan Mugal terhadap Dunia Islam
Pengaruh Kerajaan Mugal terhadap dunia islam cukup menonjol. Babur menjadi penyiar islam yang gagah perkasa. India yang mayoritas penduduknya beragama Hindu dapat ditaklukkan. Sebelumnya, Kabul, Kandahal, dan Afganitan telah lebih dahulu dikuasainya.
Sebelum kehadiran Babur dan tentaranya di India, sebenarnya seluruh amir Islam dan maharaja Hindu telah bersatu. Akan tetapi, Babur dan tentaranya jauh lebih kuat sehingga mereka tidak terlalu sulit untuk di taklukkan.
d.      Kemajuan yang Dicapai Kerajaan Mugal
1)      Bidang Keagamaan
Sebagai sebuah kerajaan Islam , Mugal memberikan perhatian besar terhadap pengembangan Islam. Untuk keperluan ini, pihak kerjaan mendorong untuk menjadikan Masjid selain sebagai tempat ibadah, juga sebagai tempat belajar agama Islam. Selain masjid jua terdapat khanqah (pesantren) yang dipimpin ulama atau wali.
Ada beberapa penulis terkenal dari Kerajaan Mugal sebagai bukti kemajuan di bidang keagamaan, antara lain Gulbadan Begum menulis buku Humayun Namah; Jahan Ara Begum menulis buku Munis Al-Arwah, yang menguraikan tentang para wali Allah; Zaibun Nisa menyusun sebuah tafsir Al-quran dalam Bahasa Persia yang kemudian di beri judul Zaib at-Tafsir; Badayuni menulis buku Hadis Arba’in (empat puluh hadis); Akbar menulis buku Tuzki-Baburi, sebuah buku yang menguraikan kehidupan Babur; Mullah Daud menulis buka Tarikh-i-Alfi, sebuah buku sejarah.

2)      Bidang Seni Budaya
Kerajaan Mugal juga memberikan perhatian dalam pengembangan peradapan. Upaya pengembangan ini tampak terus dilakukan, antara lain di bidang seni lukis, seni musik, dan seni bangungan. Salah satu karya monumental, Abdul Samad berhasil menulis surah al-Ikhla.s diatas sebutir opium (khaskhas). Selain itu, ada sejumlah pelukis yang terkenal pada masa ini, yakni Farrukh Beg, Muhammad Nazir khan, Muhammad murad, dan Aqa Reza. Pelukis Terakhirpernah memperoleh julukan Nazir az-Zaman. Dalam seni suara dan seni musik, tokoh yang terkenal adalah Baccu.

3)      Bidang Arsitektur
Kemajuan dibidang arsitektur, terbukti dengan lahr nya bangunan-bangunan bersejarahyang masi ada higga kini. Bangunan-bangunan itu, Antara lain Istana Fatpur Sikri di Sikri, Masjid Raya Delhi di New Delhi, Istana Lahore di Lahore Punjab, dan Taj Mahal di Agra.

e.       Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Islam Mughal
Setelah mengalami masa-masa kemajuan pada masa Akbar dan tiga raja penggantinya, lambat laun kerajaan ini mengalami kemunduran. Kemunduran ini ditandai dengan terjadinya perebutan kekuasaan di kalangan istana, terjadinya pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh kaum separatis Hindu, dan lain-lain. Kenyataan ini ditambah dengan kurang berhasilnya para pemimpin yang lemah, sehingga tidak mampu mengatasi persoalan yang terjadi di wilayah kekuasaanya.
Terdapat beberapa faktor-faktor penyebab terjadinya kemunduran dan kehancuran dinasti Mughal di India. Di antaranya adalah konflik internal di kalangan istana, serangan bangsa Hindu, serangan bangsa Persia dan masuknya unsur asing, seperti bangsa Inggris yang menguasai sektor ekonomi dengan mendirikan IEC (the East India Company).
Meskipun Mughal merupakan kerajaan Islam, namun mayoritas warganya tetap beragama Hindu. Bahkan sejarah pembentukan kerajaan ini bermula dari gerakan penaklukan terhadap sejumlah pengua Hindu. Gerakan pemberontakan Hindu untuk merebut supremasi politik di India sudah mulai terjadi pada masa pemerintahan Akbar. Mereka melancarkan pemberontakan di bawah pimpinan Hemu dalam peperangan Panipat II (1556 M). Pada waktu Mughal dilanda krisis perebutan kekuasaan di kalangan istana yakni antara tahun 1719-1748 M, orang-orang Hindu kembali melancarkan sejumlah pemberontakan. Kelompok Sikh di sebelah utara Delhi, dan merebut kota Sirhind. Golongan Maratha di bawah pimpinan Raja Rao berhasil merebut sebagian wilayah Gujarat di tahun 1723 M.
Serangan Nadzir Syah, penguasa Persi yang berhasil merebut kekuasaan Safawi, pada tahun 1736 M, terhadap beberapa wilayah perbatasan Mughal. Kekalahan dari serangan Nadzir Syah ini menyebabkan prestise Mughal semakin menurun. Pada masa pemerintahan Syah Alam (1760-1806 M) kerajaan Mughal diserang oleh Ahmad Khan Durrani. Kekalahan Mughal dari serangan ini, berakibat jatuhnya Mughal ke dalam kekuasaan Afghan. Syah Alam tetap diizinkan berkuasa di Delhi dengan jabatan sebagai Sultan.
Ketika kerajaan Mughal dalam kondisi seperti itu, Inggris semakin memperkuat posisinya. Dari urusan perdagangan, Inggris berusaha mempelebar pengaruhnya dalam lapangan politik dengan bentuknya EIC (the East India Company). Inggris memperkuat militernya di daerah perdagangan yang dikuasainya, terutama di Bengal. Militer Inggris berhasil melepaskan wilayah Qudh, Bengal,dan Orisa kepada Inggris. Akbar II (1806-1837 M), penganti Syah Alam, memberikan konsesi kepada EIC untuk mengembangkan perdagangan di India sebagaimana yang diinginkan oleh pihak Inggris, dengan syarat bahwa pihak perusahaan Inggris harus menjamin penghidupan raja ddan keluarga istana. Bahadur Syah (1837-1858 M) pengganti Akbar II, menentang isi perjanjian yang telah disepakati oleh ayahnya. Hal ini menimbulkan konflik antara Bahadur Syah dengan pihak Inggris.
Ketika itu, pihak EIC sedang mengalami kerugian akibat tidak efisiennya administrsi perusahaan, sedang pihak EIC harus tetap menjamin penghidupan raja dan keluarga istana. Inilah latar belakang EIC memungut pajak yang tinggi terhadap rakyat. Rakyat yang merasa tertekan berusaha melancarkan pemberontakan dengan menjadikan Bahadur Syah sebagai pemimpin mereka melawan Inggris dalam sebuah pertemuaan pertempuran yang terjadi pada bulan Mei 1857 M pihak Inggris berhasil menghancurkan kekuatan rakyat India. Mereka dihukum secara kejam sebelu diusir dari Delhi. Bahadur Syah, raja terakhir kerajaan Mughal diusir dari istana pada tahun (1885 M). Dengan demikian berakhirlah kekuasaan kerajaan Islam Mughal di India. Semenjak itu umat Islam dihadapkan pada perjuangan untuk mempertahankan eksistensinya di bawah kekuasaan Inggris dan di tengah mayoritas umat Hindu di India.

3.      Kerajaan Turki Usmani
Kerajaan Turki Usmani berasal dari suku bangsa Turki Kabilah Oghuz yang mendiambi daerah Mongol dan Utara negri China.
a.    Sejarah Berdirinya Kerajaan Turki Usmani
Usman adalah sebuah kesultanan yang berpusat di Istambul, Turki. Kerajaan Usmani merupakan salah satu dari tiga kerajaan besar Islam pada masa pertengahan, selain Safawi dan Mugal. Kerajaan Usmani berasal dari suku bangsa pengembara yang bermukim di wilayah Asia tengah.  Mereka termasuk suku Kayi, salah satu suku di Turki Barat yang terancam gelombng keganasan serbuan bangsa Mongol.
Usman berasal dari suku bangsa Turki Kabilah Oghuz yang mendiami daerah sebelah Utara tanah Tiang Tiongkok, yakni Mongolia di Asia Tengah, Utara Laut Kaspia. Karena daerah itu tandus, Usman dan penduduk setempat pindah ke Turkistan. Pada abad ke 13, mereka pindah lagi untuk menghindari dari serangan bangsa Mongol yang menjarah Asia Tengah dan Barat di bawah raja nya, Jengis Khan. Awalnya Jengis Khan meyerang china ( 1213M ), menduduki Beijing (1218M) dan wilayah Turkistan pada tahun (1219-1220M).
Bangsa Turki terus mengembara sampai di pinggir Sungai Eufrat, dekat Asia Kecil. Akhirnya, mereka menetap disana. Mereka membantu Sultan Alauddin, penguasa Seljuk, mengalahkan pasukan Mongol. Sebagai hadiah, mereka diberi tanah di wilayah Iskisyahr (Sultania), dekat Bursa.
Usman yang naik takhta menggantikan ayahnya, Artogrol pada tahun 1294 M, juga ikut membantu penguasa Seljuk memerngi Byzantium. Dalam perang itu, Seljuk berhasil merebut kemenangan dan menduduki beberapa banteng. Atas jasa nya itu, Usman dianggap oleh Sultan Alauddin sebagai amir.
Usman  mengumumkan dirinya sebagai “Padisyah Al-Usman” (raja besar keluarga Usman). Wilayah Kerajaan Usmani semakin meluas dengan menakhlukan beberapa wilayah,  seperti Azmir (1327 M), Tharasyanli (1330 M), Iskandar (1388 M), Ankara (1354 M), dan Gallipoli (1356 M). Kerajaan  Usmani mencapai puncak kejayaannya pada masa Muhammad  Al-fatih. Pada massa ini pula dapat mengalahkan wilayah Bizantium dan menaklukkan Konstantinopel (1453 M). Sejak saat itu, ia berusaha memperluas wilayah kekuasaan Usmaniyah, hingga akhirnya ia menaklukkan Broessa pada tahun 1317 M.
Dinasti Usmani didirikan oleh Usman, putra Ertogol dari kabilah oghuz di daerah Mongol. Mereka datang ke Turki untuk meminta perlindungan kepada penguasa Saljuk dari serangan orang-orang Mongol. Mereka juga membantu Sultan Alauddin II berperang melawan Bizantium. Usman lalu dipercaya menjadi panglima perang Dinasti Saljuk, menggantikan ayahnya. Setelah Sultan Alauddin wafat, Usman mengambil alih kekuasaan, dan sejak itulah berdiri kerajaan Usmani.
           
b.    Perkembangan Islam pada Masa Kerajaan Turki Usmani
Kerajaan Turki Usmani adalah kerajaan islam besar yang menjadi tumpuan harapan dunia Islam. Pada waktu itu, negeri-negeri Islam terpecah belah. Dengan munculnya kerajaan Turki Usmani, Islam kembali menunjukkan keperkasaan dan menyambung kemegahan yang lalu.
Pada masa Murad I, Gallipoli untuk pertama kalinya dijadikan sebagai tempat pemusatan pasukan secara tetap untuk kepentingan penaklukkan Balkan. Tahun   1361 M, Andrianopel di daratan Eropa ditaklukkan dan namanya diganti menjadi Edirne. Kemudian, kota itu dijadikan sebagai ibu kota Kerajaan Turki Usmani, menggantikan Bursa. Ia berhasil menaklukkan Adrianopel, Philippopolis (Filibe), Macedonia, Bulgaria Tengah, Sofia, Nish, dan Kosovo.
Sultan Muhammad II yang dijuluki al-Fatih atau the Conqueror (Sang Penakluk), pada tahun 1453 berhasil menaklukkan Konstantinopel. Ia berkuasa selama dua periode (pertama: 1444-1446 M dan kedua: 1451-1481 M). Ia dikenal sebagai orang yang cerdas dan menguasai enam bahasa, yaitu Bahasa Turki, Arab, Persia, Yunani, Latin, dan Ibrani (Yahudi).               
Pecahnya perang dengan Bizantine pada masa Orkhan, mengilhami khalifah untuk mendirikan pusat pendidikan dan pelatihan militer, sehingga terbentuklah sebuah kesatuan militer yang disebut Jennisary atau “Inkisariyah”. Pasukan ini dibentuk dari para pemuda tawanan perang. Kebijakan ini kemudian dikembangkan oleh Murad dengan membentuk sejumlah korp atau cabang-cabang Jennisary.
Pembangunan besar-besaran dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan dan Murad I tidak hanya dalam bentuk perombakan dalam keanggotaannya. Seluruh pasukan militer dididik dan dilatih dalam asrama militer dengan pembekalan semangat perjuangan Islam. Kekuatan militer Jennisary berhasil mengubah negara Usmani yang baru lahir dan memberikan dorongan yang besar sekali bagi penaklukan negeri-negeri non muslim.
Kerajaan Turki Usmani melebarkan sayapnya ke wilayah Asia dan Afrika pada masa pemerintahan Salim I Yavus atau si Kejam. Setelah meninggal, ia digantikan oleh anaknya, Sulaiman I yang digelari al-Qanuni atau the Magnifient (Yang Agung). Sesudah masa pemerintahan Sulaiman I, sesungguhnya kerajaan Usmani hanya dapat bertahan dari serangan musuh dan sedikit meluaskan wilayah. Hal itu disebabkan kerajaan itu dipimpin oleh para sultan yang lemah.
Pada masa kejayaannya, wilayah Kerajaan Usmani meluas, meliputi Laut Tengah, Laut Hitam, Rumelia, Anatolia, Karamaniah, Zulkadria, Diyarbakr, Kurdistan, Azerbaijan, Persia, Damaskus, Aleppo, Kairo, Mekah, Madinah, Yerussalem, Arabia, dan Yaman.
c.    Peranan Kerajaan Turki Usmani dalam Perkembangan Islam
Puncak peradaban Dinasti Usmani tidak dapat dilepaskan dari hasil Konstantinopel. Sebagai ibu kota, di situlah berkembang peradaban Dinasti Usmani yag merupakan perpaduan dari berbagai macam peradaban. Dinasti Usmani banyak mengambil ajaran etika dan politik dari bangsa Persia. Dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan, Dinasti Usmani dipengaruhi oleh Bizantium. Namun, jauh sebelum mereka berasimilasi dengan bangsa-bangsa tersebut, sejak pertama mereka masuk Islam, bangsa Arab telah menuntun mereka dalam bidang Agama, prinsip-prinsip kemasyarakatan, dan hukum.
Pada masa Dinasti Usmaniyah, Islam menyebar sampai ke wilayah Balkan di Eropa Timur. Jika sekarang kita saksikan di Bosnia mayoritas penduduknya beragam Islam tidak lain karena wilayah tersebut dahulu menjadi salah satu kekuasaan Turki Usmani. Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Al-Fatih, Kerajaan Byzantium (Konstantinopel) dapat ditaklukkan (1453 M). Bahkan, Kota Viena, pusat Kerajaan Austria, pernah pula diserang Kerajaan Turki Usmani pada saat Sulaiman al-Qanuni berkuasa.  Oleh karena itu, tidaklah aneh kalau sampai sekarang masih terdapat kaum muslimin di negara-negara Bulgaria, Yugoslavia, Chekoslavia, dan Polandia. Di tempat- tempat itulah dahulu para pahlawan Islam Turki pernah menancapkan bendara Bulan Bintang.
Negeri-negeri Islam, seperti Mesir, Hijaz (Mekah dan Madinah), Yaman, Irak, Palestina, Tunisia, Maroko, Aljazair dan Libya, dahulu adalah wilayah Kerajaan Turki Usmani. Bahkan ulama-ulama Indonesia yang sangat terkenal, seperti Syekh Nawawi al-Bantani dan Syekh Ahmad Khatib dari Minangkabau belajar Islam di Mekkah yang pada saat itu di bawah kekuasaan Turki Usmani.
Dengan Demikian, peranan Turki pada masa Dinasti Usmaniyah terhadap perkembangan Islam sangatlah besar sesuai dengan luas wilayah kekuasaan. Luas wilayah kekuasaan Kerajaan Turki meliputi tiga benua, yaitu Asia, Afrika, dan Eropa. Turki Usmani berkuasa selama 600 tahun, yaitu dari abad ke-13 sampai permulaan abad ke-20. Turki tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan Islam di dunia.

d.      Kemajuan-Kemajuan yang Dicapai Kerajaan Turki Usmani
1)      Bidang Kemiliteran
Unsur militer menempati kedudukan yang penting dalam basis sosial politik Kerajaan Turki Usmani. Pasukan Usmani berkembang menurut kehendak alam, belum diorganisasi secara rapi. Oleh sebab itu, dibentuklah pasukan baru yang personilnya terdiri atas anak-anak Kristen yang dididik secara khusus dan diarahkan agar mereka masuk Islam. Dari sinilah terbentuk pasukan elite Usmani yang bernama Janissary atau Inkisyariyah (tentara baru). Mereka ditempatkan di asrama militer, di Adrianopel dan Istanbul. Mereka mempunyai disiplin yang cukup tinggi. Di samping itu, Sultan Orkhan juga membentuk tentara kaum feodal yang disebut tentara Taujiah.
Angkatan laut Kerajaan Turki Usmani mencapai kejayaan pada abad ke-16 dan berhasil menguasai wilayah perairan yang menjadi jalur perdagangan penting di Asia, Afrika, dan Eropa.
Pasukan Jenissari dan Inkisyariah yang dapat mengubah nama negara Utsmani menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukan negeri-negeri non-muslim. Faktor utama yang mendorong kemajuan ini ialah tabiat bangsa Turki itu sendiri bersifat militer, disiplin, dan patuh terhadap peraturan.
2)      Bidang Ilmu Pengetahuan dan Budaya
Turki Utsmani lebih banyak memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran, sementara dalam ilmu pengetahuan mereka tidak begitu kelihatan menonjol. Namun demikian, mereka banyak berkiprah dalam pembangunan yang indah seperti masjid jami’ Sultan Muhammad Al-Fatih.
Kebudayaan Turki merupakan perpaduan antara kebudayaan Persia, Bizantium dan Arab. Dari kebudayaan Persia, mereka banyak menerima ajaran-ajaran tentang etika dan tata krama dalam kehdupan istana. Organisasi pemerintahan dan prinsip kemiliteran mereka dapatkan dari kebudayaan Bizantine. Sedang dari kebudayaan Arab, mereka mendapatkan ajaran tentang prinsip ekonomi, kemasyarakatan dan ilmu pengetahuan.
Sebagaimana yang terdapat dalam istana Sultan-sultan Arab dan Persia, syair merupakan ekspresi utama kesenian raja. Syair istana didaarkan pada Aruz. Aruz adalah sebuah irama persajakan dari irama syair Aram, yang secara tegas ditekankan pada peristilahan Arab dan Persia. Beberapa bentuk kesenian yang utama adalah kesenian yang sebelumnya telah dikembangkan dalam syair-syair istana Persia, seperti Qasida, Gazal, Masnawi, dan Ruba’i.
Ilmu pengetahuan kurang begitu berkembang di kerajaan turki Usmani. Hal itu mengakibatkan tidak banyak ilmuwan-ilmuwan terkenal yang lahir pada masa itu. Dalam bidang arsitektur, Kerajaan Turki Usmani meninggalkan bangunan bersejarah, seperti Masjid Jami’ Sultan Muhammad al-Fatih,  Masjid Agung Sulaiman, Masjid Abu Ayyub al-Anshari, dan Masjid Hagia Sophia.

3)        Bidang Keagamaan
Agama dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan besar dalam sosial politik. Masyarakat digolongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri terikat dengan syari’at sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku.
Kehidupan keagamaan merupakan bagian terpenting dalam sitem sosial dan politik Turki Usmani. Pihak penguasa sangat terikat dengan Syari’at Islam. Ulama mempunyai kedudukan tinggi dalam kehidupan negara dan masyarakat Usmani.  Mufti sebagai pejabat tinggi Agama, berwenang menyampaikan fatwa resmi mengenai problematika keagamaan. Tanpa legitimasi mufti, keputusan hukum kerajaan tidak bisa berjalan.
Pada masa Kerajaan Turki Usmani, masyarakat digolongkan berdasarkan agama. Kerajaan juga sangat terikat dengan syariat sehingga fatwa ulama memiliki peran yang penting dalam kehidupan bernegara. Mufti, sebagai pejabat urusan agama tertinggi, berwenang memberi fatwa resmi terhadap problem keagamaan yang dihadapi masyarakat.
Agama Islam pada masa itu berkembang menjadi dua tarekat utama, yaitu Tarekat Bektasyi dan Maulani. Pada masa ultan Abdul Hamid II, Syekh Husein al-Jisri menulis Kitab al-Husun al-Hamidiyyah. Artinya, benteng pertahanan Abdul Hamid. Kitab itu oleh Sultan Hamid II dimaksudkan untuk melestarikan aliran yang dianutnya.

e.       Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Turki Usmani
Kemunduran dan kehancuran kerajaan Turki Usmani berawal sejak wafatnya Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1566 M). Sementara pengganti-penggantinya seperti Salim II (1566-1573 M), Sultan Murad III (1574-1595 M), Sultan Muhammad III (1595-1603 M), Sultan Ahmad I (1603-1617 M), Mustafa I (1617-1618 M), dan seterusnya ternyata kurang mampu mempertahankan kejayaan yang pernah dicapai kerajaan Turki Usmani pada masa-masa sebelumnya
.
Faktor yang menyebabkan kemunduran kerajaan Turki Usmani adalah sebagai berikut:
·         Karena amat luasnya kekuasaan Turki Usmani, administrasi pemerintahannya amat rumit dan komplek. Sementara dilain pihak memang pengaturannya tidak ditunjang dengan sumber daya yang berkualitas, malahan keinginannya terus memperluas daerahnya dengan peperangan terus menerus sehingga banyak mengorbankan tenaga dan waktu bukan dipakai untuk membangun negara.
·         Beragamnya penduduk, baik ditinjau dari suku, budaya, bahkan perbedaan agama menyebabkan pengaturannya pun beragam pula.
·         Karena lemahnya para penguasa sepeninggal Sulaiman Al-Qanuni akibat dari kepemimpinan para sultan yang lemah sehingga membuat Negara hancur dan melemah.
·         Maraknya budaya 'pungli' dikalangan para pejabat yang ingin naik jabatan-jabatan penting, sehingga pudarlah moral para penguasa Turki.
·         Akibat pemberontakan tentara Jenissari yang semula pendukung kekuatan Turki Usmani, sekarang menjadi terbalik menyerang Turki Usmani.
·         Merosotnya perekonomian karena banyaknya peperangan.
·         Akibat terhentinya kegiatan ilmu pengetahuan. 
D. MANFAAT SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM ABAD PERTENGAHAN
Beberapa manfaat dari sejarah perkembangan Islam abad pertengahan diantaranya:
1.     Jiwa dan semangat persatuan serta kesatuan yang dibina oleh tiga kerajaan besar dapat membangun kerajaan pada zamannya.
2.     Kerja keras dan pantang menyerah yang dilakukan oleh rakyat dan pemimpin pada masa pertengahan telah membuahkan hasil yang gemilang.
3.     Kreativitas dan ketekunan yang dimiliki para ilmuwan pada masa pertengahan telah melahirkan berbagai ilmu pengetahuan dan perkembangan kebudayaan.
E.  PENGARUH PERKEMBANGAN ISLAM ABAD PERTENGAHAN TERHADAP UMAT ISLAM DI INDONESIA
Pengaruh perkembangan Islam abad pertengahan terhadap umat Islam di Indonesia antara lain:
1.     Muncul pemahaman dari metode berpikir tradisional menjadi rasional.
2.     Berkembang pendekatan teologi Asy’ariyah.
3.     Muncul madzab yang sangat besar yaitu Syafi’i, Maliki, Hambali, dan Hanafi.
4.     Memberikan pengaruh positif yang memiliki peradaban bagi masyarakat di Indonesia.
                  5.    Mengembangkan syiar Islam sehingga nilai-nilai ajaran Islam dapat dianut dan            dilaksanakan masyarakat muslim di Indonesia.

 Soal Latihan
1.      Kerajaan Turki Usmani berasal dari bangsa Turki kabila Oxus yang hidup secara nomaden, artinya..
a.       kebiasaanya berniaga                                d. suka bersahabat
b.      suka berperang                                          e. bersekutu dengan bangsa lain
c.       suka berpindah-pindah
2.      Setelah mengalahkan penguasa Seljuk memerangi Byzantium, Usman diangkat menjadi amir oleh…
a.    Sultan Alauddin                                        d. Orkhan
b.    Jengis Khan                                                e.  Sultan Muhammad
c.    Artogrol
3.      Pada tahun 1453 M terjadi penaklukan Kerajaan Byzantium (Konstantinopel) oleh..
a.       Murad I                                                     d. Sultan Muhammad II
b.      Sultan Orkhan                                           e. Salim I
c.       Sulaiman I
4.      Kemajuaan dibidang Militer yang dicapai oleh Turki Usmani yakni membentuk Janissary dan Taujiah oleh….
a.       Murad I                                                     d. Sultan Muhammad II
b.      Sultan Orkhan                                         e. Salim I
c.       Sulaiman I
5.      Pada masa pemerintahan Turki Usmaniberkembang dua tarekat, yaitu..
a.       tarekat Naqsyabandiyah                           d. Isna Asy’ariah
b.      tarekat Safawiah                                       e. Khawarijn dan Syi’ah
c.       tarekat Bektasyi dan Maulawi
6.      Kerajaan Safawi didirikan oleh Ismail Safawi di…
a.       Tabriz                                                       d. Andalusia
b.      Turkistan                                                   e.  Damaskus
c.       Persia
7.      Tanggal 12 Oktober 1722 M merupakan keruntuhan kerajaan …
a.       Turki Usmani                                            d. Umayyah II
b.      Safawi                                                      e.  Abbasiyah
c.       Mugal
8.      Pada masa Dinasti Safawi, saat Ismail berkuasa, Syi’ah dijadikan sebagai mazhab…
a.       resmi negara                                            d.  rakyat jelata
b.      tak berkembang                                         e. yang dilarang negara
c.       para raja
9.      Republik Islam Iran yang bermazhab Syi’ah merupakan perluasan dari kerajaan..
a.       Turki Usmani                                            d. Umayyah
b.      Safawi                                                      e. Abbasiyah
c.       Mugal
10.  Berikut ini yang merupak Filsuf pada masa Kerajaan Safawi adalah…
a.       al-Farabi                                                    d. Bahauddin asy-Syirazi
b.      al-Kindi                                                     e. Sadaruddin asy-Syirazi
c.       al-Ghazali
11.  Keturunan Timur Len kdan Jengis Khan yang berhasil mendirikan Kerajaan Mugal adalah…
a.       Humayun                                                  d. Zahir ed Din
b.      Sultan Akbar Syah                                    e. Syah Jehan
c.       Jahangir
12.  Akhir perkembangan Islamdi Mugal ditandai dengan jatuh nya kepemimpinan Aurangzeb ke tangan bangsa…
a.       Inggris                                                      d. Jepang
b.      Portugis                                                     e. Romawi
c.       Belanda
13.  Bukti kemajuan yang dicapai kerajaan Mugal di bidang keAgamaan adalah terbitnya buku Humayun Namah yang ditulis oleh…
a.       Jahan Ara Begum                                      d. Mullah Daud
b.      Gulbadan Begum                                                e. Zaibun Nisa’
c.       Badayuni
14.  Berikut ini yang merupakan bukti peninggalan kerajaan Mugal adalah…
a.       Jembatan Sungai Guadalquivir                 d. Kota az-Zahra
b.      Masjid Sidi Ukbah                                    e. Taj Mahal
c.       Madinatuz Zahra
15.  Pakistan dan Banglades yang penduduknya mayoritas beragama Islam merupakan bukti perkembangan dari kerajaan…
a.       Turki Usmani                                            d. Seljuk
b.      Safawi                                                       e. Fatimiyah
c.       Mugal



*** Jawaban yang bercetak tebal & bergaris bawah

 Sumber :

Murodi, H.Drs. 2012, Sejarah Kebudayaan Islam. PT. Karya Toha Putra. Semarang.
Wahid, N.Abbas. dkk. 2013. Khasanah Kebudayaan Islam. PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Solo
http://www.cangcut.net/2013/03/kemunduran-kerajaan-turki-usmani.html

 

1 komentar:

  1. Casino Review - Harrah's Philadelphia - JTM Hub
    The room is just enough of 영주 출장샵 a comfortable room, with 삼척 출장안마 two great dining options. Casino has a large 당진 출장샵 number of rooms and a casino, plus a large number  Rating: 2.9 원주 출장안마 · ‎Review by JT 사천 출장안마 Hub

    BalasHapus